Merentang fulus dari usaha kain tenun Sumba



Selain batik, banyak kain tradisional Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Salah satunya adalah kain tenun Sumba dari Nusa Tenggara Timur. Dengan sedikit olahan, kain ini akan mempunyai nilai jual lebih tinggi. Alhasil, kain tenun Sumba pun bisa merambah industri fesyen lokal maupun internasional.Memulai usahanya melalui perusahaan Sumba Art sejak 1990, Lisa Kwentino mengolah kain tenun Sumba yang berbahan katun dan kapas menjadi berbagai produk turunan. Kain tersebut tak hanya dijadikannya kain sarung atau selendang. Namun, disulapnya menjadi produk, seperti tas, dompet, sendal, taplak, alas kasur hingga hiasan dinding. Lisa mengumpulkan kain-kain tenunan dari penduduk Sumba Timur, untuk kemudian diolahnya kembali. Selain mengubah bentuk, Lisa memberi aksesori produk berupa tambahan motif batik dan payet. "Sudah lima tahun ini kami mengirim secara kontinu ke Jepang dan Singapura," katanya. Dia juga menjajakan produknya di pusat perbelanjaan dalam negeri, seperi Grand Indonesia, Central Park, dan satu gerai di Kemang, Jakarta. Lisa mengatakan, tenun Sumba dulu hanya memakai warna dasar hitam, merah, dan biru dengan motif hewan dan manusia. Namun, sekarang, dia mulai mengembangkan warna lain. Misalnya abu-abu, biru muda dan krem. Warna dan motif yang berbeda itu untuk menyesuaikan permintaan pasar.Lisa tak hanya mengambil produk tenunan dari masyarakat, namun juga memasok bahan baku benang ke para penenun. Dia juga membantu pemberian informasi mengenai motif dan warna yang diminati. "Motif yang diambil dari kehidupan tradisional bisa dituangkan," katanya.Menurut Lisa, saat ini ada sekitar 300-an orang penenun di Sumba. Mereka membuat kain tenun Sumba dengan tangan dan seluruh pewarnaan dari bahan alami. Meski telah memberi banyak bantuan, Lisa tidak memaksa para penenun harus memasok kain kepadanya.Setelah memboyong kain tenun Sumba ke Jakarta, kain itu akan diolah kembali oleh 50 perajin yang dimilikinya. Produk turunan tenun Sumba ini dijual mulai seharga Rp 20.000 untuk produk kecil hingga jutaan rupiah buat produk seperti bed cover. Untuk tas tenun polos, Lisa mematok harga sekitar Rp 150.000. Adapun tas yang sudah ditambah berbagai aksesori, harganya bisa mencapai Rp 290.000 per tas.Meskipun usaha tersebut sudah makin maju, pamor tenun Sumba hingga saat ini masih kalah dibandingkan kain batik. "Karena itu penjualan per bulan belum stabil," kata Lisa.Saat ada pameran, penjualan bisa banyak. Tapi, kalau sedang sepi, omzetnya hanya Rp 50 juta. Untuk mencari pembeli asing, Lisa gemar mengikuti pameran. Misalnya, sejak Agustus hingga 19 September nanti, dia mengikuti pameran di Budapest, Hungaria, dan Belgia. "Kalau mengejar pembeli luar negeri, harus datang ke sana," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi