KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah pada hari Rabu (2/8) turun setelah mengalami kenaikan tajam beberapa pekan terakhir. Selain itu terjadi sejarah penurunan stok minyak mentah AS, sebayak 17 juta barel. Penurunan harga minyak ini karena para pedagang mengurangi risiko mengikuti penurunan peringkat utang pemerintah AS oleh lembaga pemeringkat utama. Menurut data yang dirilis oleh Energy Information Administration pada hari Rabu (2/8), stok minyak mentah AS turun sebanyak 17 juta barel dalam seminggu.
Hal ini menjadi penurunan terbesar dalam inventaris minyak mentah AS sejak tahun 1982. Penurunan stok minyak AS ini disebabkan oleh peningkatan operasional kilang minyak dan ekspor minyak mentah yang kuat. Namun, meskipun terjadi rekor penurunan stok minyak, harga minyak AS justru turun di tengah penurunan di pasar keuangan.
Kondisi ini terutama setelah lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat kredit pemerintah AS menjadi AA+. Kantor Berita Reuters mencatat harga minyak berjangka AS (CLc1) turun sebesar US$ 1,94 atau 2,4% menjadi $80,77 per barel. Sementara harga minyak berjangka Brent (LCOc1) turun sebesar US$ 1,77 atau 2,1% menjadi US$ 84,41 per barel pada pukul 11:03 pagi waktu setempat. Kedua kontrak berjangka minyak mentah ini sebelumnya naik lebih dari US$ 1, didorong oleh penurunan stok minyak AS berdasarkan data yang dirilis Selasa dari American Petroleum Institute yang juga menunjukkan penurunan stok minyak AS dalam jumlah besar. Penarikan tawaran pemerintah AS untuk membeli 6 juta barel minyak untuk Strategic Petroleum Reserve juga menekan harga minyak, demikian disampaikan oleh para pedagang dan analis.
Baca Juga: Begini Proyeksi Harga Minyak di Akhir 2023 Total pasokan produk - sebagai proxy untuk permintaan - juga turun sebanyak 1,3 juta barel dalam seminggu menjadi 20 juta barel per hari, menurut laporan dari EIA. "Permintaan bensin tampaknya telah mencapai puncak setelah kenaikan harga di pompa bensin," ujar Edward Moya, analis pasar senior untuk Amerika di OANDA. Persediaan minyak mentah juga telah mulai menurun di wilayah lain karena permintaan melampaui pasokan. Pasokan terbatas karena ada pemotongan produksi yang mendalam dari Arab Saudi, pemimpin de facto dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Kekhawatiran muncul bahwa pembelian minyak di China, sebagai importir minyak terbesar di dunia, dapat melambat seiring dengan kenaikan harga minyak. Data indeks manufaktur atau PMI di AS yang lemah yang dirilis minggu ini juga menunjukkan bahwa permintaan bahan bakar mungkin lebih lemah dari perkiraan.
Baca Juga: Harga Naik, AS Batalkan Rencana Membeli 6 Juta Barel Minyak untuk Cadangan Darurat "Pembelian minyak mentah oleh China telah bersifat oportunis daripada karena permintaan yang lebih tinggi. Pasar terus didorong oleh keterbatasan pasokan, yang selalu rentan terhadap potensi volatilitas politik," kata Philip Jones-Lux dari Sparta Commodities. Para analis memperkirakan bahwa Arab Saudi akan memperpanjang pemotongan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari untuk bulan September dalam pertemuan para produsen pada hari Jumat ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar