Merger dan Akuisisi di Asia Stagnan, Aksi di Jepang Tumbuh Paling Kencang



KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Penggabungan dan akuisisi (M&A) lintas batas yang melibatkan perusahaan-perusahaan di kawasan Asia-Pasifik telah pulih tahun ini. Aksi merger dan akuisisi yang berkembang pesat terjadi di Jepang. Ini karena bisnis-bisnis tengah mencari lahan pertumbuhan baru setelah menyesuaikan diri dengan suku bunga yang lebih tinggi.

Menurut data di LSEG dikutip Reuters, total nilai transaksi M&A di Jepang naik 25% secara tahunan menjadi US$ 286 miliar per 30 September. Dimana sekitar 80% transaksi M&A dengan entitas di luar kawasan.

"Terjadi peningkatan yang signifikan dalam transaksi lintas batas karena stabilitas politik kembali ke beberapa pasar, sementara permintaan yang terpendam untuk investasi dan pembuatan kesepakatan serta penyesuaian terhadap suku bunga yang lebih tinggi mulai mendorong aktivitas M&A lagi," kata Andre Gan, mitra M&A Wong & Partners, firma hukum anggota Baker McKenzie di Kuala Lumpur.


Baca Juga: Merger dan Akuisisi Global Jadi Lebih Lambat

Menurut data LSEG, secara keseluruhan total M&A di Asia mencapai US$ 622 miliar dalam sembilan bulan pertama tahun ini, turun 0,2% dari periode sama pada tahun 2023.

Pemulihan lintas batas sebagian didorong sejumlah mega-kesepakatan, termasuk tawaran akuisisi tunai senilai US$ 38,5 miliar dari perusahaan Kanada Alimentation Couche-Tard untuk pemilik toko serba ada Jepang Seven & i Holdings, kesepakatan M&A terbesar yang diumumkan secara global tahun ini.

Perusahaan Australia yang dikendalikan Rupert Murdoch, REA Group juga telah mengajukan penawaran agresif untuk portal real estat Inggris Rightmove, setelah mempermanis tawarannya menjadi US$ 8,3 miliar setelah tiga proposal sebelumnya ditolak.

"Jepang akan mendorong transaksi bernilai miliaran dolar di kawasan tersebut," kata para bankir. Ini karena aturan tata kelola perusahaan yang longgar telah membuat perusahaan publiknya lebih terbuka terhadap pengambilalihan, sementara beberapa juara lokal berupaya untuk berekspansi ke luar negeri.

M&A Jepang di dalam negeri melonjak lebih dari 16 kali lipat sepanjang tahun ini hingga mencapai rekor US$ 74 miliar, sementara transaksi ke luar negeri naik 49% menjadi US$ 50 miliar, menurut data LSEG menunjukkan.

"Investor real estat yang berkantor pusat di Texas, Hines memiliki dan mengoperasikan aset senilai US$ 93 miliar per 30 Juni, secara aktif mencari peluang secara global termasuk Asia," ujar kepala investasi Asia Ng Chiang Ling kepada Reuters bulan ini. Ia menambahkan, setelah mengakuisisi beberapa aset di Jepang dan Singapura tahun ini, Hines juga melihat peluang di Australia.

Di Asia Tenggara, transaksi lintas batas juga meningkat. Salah satunya adalah perusahaan asuransi Jerman Allianz yang pada Juli 2024 berencana membeli saham mayoritas di Income Insurance Singapura senilai sekitar US$ 1,6 miliar untuk memperkuat pijakannya di Asia.

"Ke depannya, 50% dari jaringan APAC terdiri dari transaksi lintas batas global," kata Rohit Satsangi, kepala M&A Deutsche Bank, Asia Pasifik.

Satsangi memperkirakan kebangkitan kembali aktivitas keluar oleh perusahaan milik negara di China tengah mencari aset sumber daya alam dan terbarukan secara global. Lonjakan di China akan disambut baik oleh para pembuat kesepakatan.

Baca Juga: Asuransi Wajib Penuhi Ketentuan Modal di 2026 dan 2028, Sebagian Masih Wait and See

Total transaksi China di luar negeri mencapai US$ 14 miliar sepanjang tahun ini, turun 8% dari tahun ke tahun dan berada pada level terendah kedua dalam dekade terakhir, menurut data LSEG.

Gan dari Wong & Partners mengatakan prospek keseluruhan untuk M&A di kawasan tersebut diperkirakan membaik, termasuk untuk transaksi yang tidak melintasi batas negara.

"Menjelang tahun 2025 dan 2026, dengan mempertimbangkan pelonggaran suku bunga baru-baru ini oleh Fed AS dan berakhirnya pemilu AS pada akhir tahun 2024, kami memperkirakan stabilitas yang berkelanjutan akan mengarah pada kebangkitan kembali aktivitas M&A," kata Gan.

Editor: Avanty Nurdiana