Merger dan Akuisisi Masih Marak pada Semester I-2022, Apakah Masih Berlanjut?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas merger dan akuisisi (m&a) masih marak di 6 bulan pertama tahun 2022. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat,  notifikasi m&a yang diterima pada sepanjang Januari-Juni 2022 mencapai 167 notifikasi. Jumlah tersebut melampaui jumlah notifikasi periode Januari-Juni 2021 yang berjumlah 97 notifikasi. 

“Trennya naik cukup signifikan, mengingat jumlah notifikasi tahun 2021 (setahun penuh) ada 233 Notifikasi,’ ujar Direktur Merger dan Akuisisi  KPPU, Aru Armando kepada Kontan.co.id (4/7).

Kontan.co.id mencatat, aksi m&a cukup jamak terjadi di paruh pertama tahun 2022 ini. Sebagian di antaranya lumayan menyita perhatian. Pada awal tahun 2022 misalnya, merger antara PT Indosat Tbk dengan PT Hutchison 3 Indonesia/H3I resmi efektif melalui penandatanganan Akta Penggabungan Usaha No.09 tertanggal 4 Januari 2022.


Baca Juga: Investasi, Merger dan Akuisisi (M&A) Semester I Turun dari Level Rekor Tahun Lalu

Peleburan di antara keduanya melahirkan entitas baru bernama Indosat Ooredoo Hutchison. Pasca peleburan, aset tidak lancar perusahaan meningkat.Tercatat, aset tidak lancar Indosat naik 68,5% menjadi Rp 87,45 triliun per 31 Maret 2022. Dalam penjelasan tertulisnya, manajemen Indosat menerangkan bahwa kenaikan  terutama diakibatkan karena peningkatan aset tetap dan aset tidak berwujud sebagai dampak dari penggabungan usaha.

Jumlah pelanggan perusahaan pasca penggabungan usaha juga meningkat sebesar 57,7% menjadi 94,6 juta pelanggan per 31 Maret 2022. Perluasan basis pelanggan menghasilkan pertumbuhan trafik data sebesar 98,5% year-on-year (yoy) pada kuartal I 2022.

Selepas merger PT Indosat Tbk dengan PT Hutchison 3 Indonesia, beberapa aktivitas m&a dengan nilai transaksi jumbo juga dijumpai di sepanjang paruh pertama 2022. Misalnya saja menjelang akhir kuartal I 2022, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengakuisisi 100% saham ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) yang menguasai ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL), operator Blok Corridor. Nilai transaksinya berjumlah US$ 1,32 miliar.

Di sektor keuangan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) pada Mei 2022 telah menyelesaikan proses akuisisi atas PT Bank Mayora. Berdasarkan materi paparan kinerja BNI kuartal I 2022, nilai transaksi akuisisi Bank Mayora disebutkan mencapai Rp 3,5 triliun.

Dengan dilaksanakannya pengambilalihan Bank Mayora, BNI tercatat memegang 1.198.229.838 saham Bank Mayora atau mewakili 63,92% dari total saham ditempatkan dan disetor penuh. 

Baca Juga: Amukan Inflasi dan Kekalahan Pasar Saham Membuat Merger dan Akuisisi (M&A) Mengering

Contoh transaksi akuisisi dengan nilai jumbo lainnya dapat dijumpai di penghujung semester 1 2022. Pada Juni 2022 lalu,  Axiata Group Berhad dan XL Axiata tercatat telah menyelesaikan akuisisi bersama atas 66,03% saham Link Net. Nilai transaksinya mencapai Rm 2,63 miliar atau sekitar Rp 8,72 triliun.

Group Head Corporate Communications XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan, transaksi akuisisi atas saham Link Net merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meningkatkan daya saing  dalam rangka mewujudkan visi sebagai operator konvergensi terdepan di Indonesia.

“Saat ini kami masih terus fokus untuk bisa membangun dan mengembangkan sinergi pasca penyelesaian akuisisi 66,03% saham Link Net bersama Axiata Group Berhad, dimana XL Axiata memiliki 20% saham dan sisanya Axiata,” ujarnya kepada Kontan.co.id (5/7).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, maraknya aktivitas m&a di semester I 2022 didorong oleh sejumlah hal, salah satunya yakni adanya tren digitalisasi dan integrasi ekosistem di kalangan perusahaan. Walhasil, minat para perusahaan untuk melakukan m&a demi menerapkan digitalisasi ataupun melakukan integrasi ekosistem pun meningkat.

Contoh langkah integrasi ekosistem tersebut menurut Bhima bisa dijumpai misalnya pada aksi korporasi merger antara PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) dan PT Tokopedia di tahun 2021 lalu, sementara langkah digitalisasi misalnya bisa ditemui pada upaya PT Allo Bank Indonesia Tbk milik CT Group menggarap bisnis bank digital. 

Baca Juga: Merger dan Akuisisi Bisnis Asuransi Global Masih Semarak

Selain tren digitalisasi dan integrasi  ekosistem, kewajiban bagi perbankan untuk memenuhi modal inti Rp 3 triliun juga menurut Bhima turut mendorong aksi m&a di sektor keuangan.

“Kan ada syarat modal inti yang naik, itu yang mendorong perbankan untuk mencari permodalan, apakah mereka melakukan merger, atau terpaksa, kalau dirasa terlalu berat misalnya untuk memenuhi modal inti dengan right issue atau dengan penerbitan surat utang, maka mereka menjadi sasaran dari akuisisi  perusahaan-perusahaan lainnya,” terang Bhima saat dihubungi Kontan.co.id (4/7).

Prediksi Bhima, aktivitas m&a masih akan marak pada paruh kedua tahun 2022 dan banyak terjadi di sektor perbankan serta sektor-sektor lainnya seperti logistik, teknologi finansial, edutech, dan lain-lain. Dengan begitu, Bhima memperkirakan bahwa jumlah aktivitas m&a di tahun 2022 akan lebih banyak dibanding tahun 2021.

“Jadi mungkin nanti skalanya bukan mega merger, tapi skalanya akan lebih kecil, tapi jumlah varian bisnis yang akan melakukan notifikasi itu akan banyak,” tutur Bhima.

Sementara itu, Co-Founder B-Trade Elliottician, Halimas Tansil menilai bahwa aktivitas m&a yang marak di semester  1 2022 didorong oleh motivasi perusahaan untuk mengejar efisiensi bisnis di tengah kesulitan operasional akibat pandemi Covid-19.

Lewat upaya m&a itu, para perusahaan, kata Halimas, berharap bisa lebih mudah mencapai skala ekonomi dalam hal produksi/operasional dengan perbaikan modal, perbaikan ukuran/size operasional/produksi, perbaikan teknologi, dan lain-lain yang didapat dari m&a.

Baca Juga: Elon Musk Memperpanjang Daftar Merger dan Akuisisi Jumbo

“Saya lihat banyak bisnis yg mengalami kesulitan operasional saat pandemi, sehingga mereka dituntut untuk melakukan efisiensi salah satu cara untuk mencapai efisiensi operasional memang dengan M&A,” kata Halimas kepada Kontan.co.id (5/7).

Sama seperti Bhima, Halimas memperkirakan bahwa jumlah aktivitas m&a di tahun 2022 akan lebih banyak dibanding tahun 2021. Aktivitas m&a tersebut menurut Halimas akan banyak terjadi pada sektor yang sifat bisnisnya padat modal alias butuh banyak capital expenditure (capex), atau pada sektor yang butuh efisiensi operasi karena sifat bisnisnya yang bermargin tipis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .