Kabar tentang kawan, kerabat, atau kolega yang menderita sakit “kelas berat” boleh jadi semakin sering kita dengar belakangan ini. Ragam penyakit seperti diabetes, ginjal, jantung, hingga kanker seolah kian akrab dengan keseharian masyarakat. Kalangan profesional di bidang kesehatan menyebut, penyakit-penyakit itu sebagai buntut dari gaya hidup seseorang yang tidak sehat. Hobi berkuliner dan minat olahraga yang masih rendah menjadi kombinasi buruk yang memicu penyakit gaya hidup. Sebagai antitesis, kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat pun mulai meningkat. Bukan cuma gym dan studio yoga yang makin ramai pengunjung. Permintaan pasar akan makanan sehat seperti sayuran segar dan buah ikut naik.
Kuasai ilmu
Menurut Venta Agustri, petani hidroponik Kebun Sayur Surabaya, hal utama yang harus dimiliki oleh kalangan yang tertarik menggeluti bisnis pertanian adalah menguasai teknik produksi. Venta semula mengelola restoran. Kerapkali dia sulit mendapatkan pasokan sayuran tertentu untuk kebutuhan restoran. Akhirnya, dia mencoba menanam sendiri memakai teknik hidroponik, Juni 2014 lalu. “Saya belajar teknik hidroponik dari seorang teman di Jakarta selama 5 hari,” ujar dia. Venta belajar dari nol, mulai dari teknik persemaian, persiapan tanam, penyiapan nutrisi, mengontrol produksi hingga cara menanam, memanen sampai packaging hasil panen. Setelah merasa bekal ilmu cukup, Venta langsung praktik di atas lahan seluas 600 m2. Modal ilmu dan teknik produksi menjadi senjata awal pelaku bisnis ini. Anda bisa memanfaatkan jasa-jasa pelatihan pertanian yang banyak ditawarkan. Tinggal pilih sesuai kebutuhan, mulai teknik tanam hidroponik, aquaponik, konvensional, dan lain sebagainya. Di Parung Farm, sebagai contoh, membuka jasa pelatihan menjadi petani hidroponik seharga Rp 850.000. Amankan pasar
Setelah paham teknik produksi, jangan buru-buru bertanam, ya. Menurut pengalaman para pelaku bisnis pertanian ini, hal kedua yang penting Anda siapkan adalah menyiapkan pasar. Termasuk, mengetahui kebutuhan pasar dan memastikan ada pasar yang akan menyerap produk kebun Anda. Ingat, produk pertanian tidak tahan lama. Menunda panen juga berisiko membengkakkan biaya produksi. Pengalaman Venta, ketika berhasil panen pertama kali, dia malah kelimpungan memasarkan. “Saya bagi-bagi ke karyawan, tetangga dan kerabat,” kenang Venta. Steve Stanley, petani sayur dan pemilik www.kebunbibit.id di Kota Batu, Malang, mengaku, membutuhkan waktu tiga minggu mendatangi satu per satu gerai ritel modern untuk memastikan produksinya kelak terserap. Ritel modern dia sasar karena harga lebih bagus dan stabil. Steve menanam wortel benih impor, basil, oregano, asparagus, dan rosemary. Venta juga memilih menanam selada yang sudah pasti banyak diburu oleh pengelola hotel, restoran dan supermarket di Surabaya dan sekitarnya. Steve menambahkan, lebih tepat lagi apabila Anda membagi kanal pasar Anda sesuai kualitas produk. “Produk berkualitas paling bagus kami salurkan ke supermarket premium seperti Ranch Market,” kata dia. Untuk kualitas di bawah itu, dia salurkan untuk supermarket menengah dan lokal. Dengan strategi itu, produk yang terbuang karena tidak terserap pasar bisa Anda minimalisasi. “Selisih harga harga antara ritel premium dan biasa antara 10%–20%,” terang dia. Cara lain, bermitra dengan perusahaan besar yang sudah memiliki jaringan pemasaran mapan. Misalnya, menjadi mitra Parung Farm. Yudi bilang, si mitra bisa konsentrasi memproduksi lalu mendistribusikan ke Parung Farm. Selanjutnya, mereka akan menjual ke jaringan pasar yang sudah ada. Alternatif lain, Anda bisa memanfaatkan berbagai platform digital penjualan produk tani yang makin banyak bermunculan. Misalnya, Kecipir, Tanihub, dan lain-lain. Modal
Nah, setelah dua hal itu aman, saatnya Anda menyiapkan lahan dan pernak pernik kebutuhan produksi. Venta menguras modal Rp 200 juta untuk kebutuhan lahan, peralatan juga benih dan pupuk. Siapkan juga modal untuk tenaga kerja di kebun. Venta kini mengelola kebun seluas total 4.000 m2.