KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa industri modal ventura mengalami kerugian sebesar Rp 35 miliar pada Juni 2024. Padahal, pada periode yang sama di tahun lalu laba industri modal ventura masih mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 180 miliar. Menanggapi hal ini, Living Lab Ventures (LLV),
corporate venture capital dari Sinar Mas Land menyampaikan, meski secara industri modal ventura mengalami kerugian yang cukup besar, namun hal ini tidak selaras dengan kondisi laba LLV yang masih tumbuh positif. "Sampai dengan saat ini, kami masih bisa
manage laba dikisaran angka yang cukup sehat, kinerja kami masih tumbuh positif," kata Bayu saat ditemui
Kontan.co.id, di Sentral Senayan, Jakarta, Kamis (!2/9).
Sayangnya, ia belum bisa menyebutkan besaran laba LLV pada Agustus 2024, karena data tersebut harus diaudit terlebih dahulu. Bayu memprediksi bahwa laba tersebut berada di kisaran US$ 250 - US$ 300 juta. Menurutnya kondisi yang sehat ini didukung oleh sejumlah strategi yang dilakukan LLV, salah satunya yaitu dengan mengubah fokus investasi perusahaan dari sektor digital menjadi pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga: Living Lab Ventures Salurkan Pembiayaan Sekitar US$ 150 juta pada Agustus 2024 "Jadi rencana kami ke depannya tidak hanya berfokus pada
startup atau sektor digital, tetapi kami juga akan memulai fokus pada perusahaan yang lebih matang seperti universitas, rumah sakit, dan klinik,” ujar Bayu. Selain itu, Bayu mengatakan strategi lainnya yaitu dengan melakukan investasi yang lebih selektif dan mengutamakan pertumbuhan portofolio perusahaan yang tidak hanya memiliki potensi pertumbuhan, tetapi juga membawa dampak positif, terutama terkait ESG. "Walaupun proses investasi lebih ketat, kami tetap berkomitmen untuk mendukung startup yang memiliki potensi pertumbuhan berkelanjutan," tambahnya. Selanjutnya, Bayu mengatakan bahwa LLV juga selalu menyusun portofolio yang baik dan melakukan mitigasi terlebih dahulu sebelum berinvestasi, "Kami juga selalu melakukan kolaborasi salah satunya seperti saat ini berkolaborasi dengan Pemerintah New South Wales (NSW) untuk bekerja sama melalui program International Landing Pad," kata dia. Hingga Agustus 2024, LLV telah menyalurkan pembiayaan sekitar US$ 150 - US$ 200 juta. Angka ini meningkat sekitar 30% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Lebih lanjut, Bayu menilai kerugian sebesar Rp 35 miliar pada industri modal ventura salah satunya, karena perusahaan modal ventura tersebut salah melihat tren dari
startup yang diinvestasikan. "Jadi ketika salah melihat tren dari perusahaan tersebut dan ketika kita berinvestasi ternyata terlalu mahal, artinya
multiplayer terlalu besar, karena LLV juga pernah ada di posisi itu. Tapi kami belajar sehingga saat ini kami selalu memitigasi sebelum berinvestasi," kata dia. Tak hanya itu, Bayu bilang, faktor lainnya yaitu adanya peningkatan kehati-hatian investor karena ketidakpastian ekonomi global yang masih terjadi, hingga kecenderungan investor untuk lebih selektif dalam menyalurkan dana guna mengurangi risiko.
Baca Juga: MDI Ventures Optomis Pembiayaan Modal Ventura akan Pulih di Akhir Semester II-2024 Selaras dengan hal ini,
Vice President of Corporate Office MDI Ventures Dhendy Hamdani, menyatakan bahwa perusahaan tidak mengalami kerugian dan laba juga masih dalam kondisi yang positif, di mana pada Juni 2024 mengalami peningkatan sebesar 16%, jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Menurut dia, meskipun saat ini secara industri modal ventura masih mengalami kerugian, namun Dhendy memprediksi pada tahun 2025, kondisi kinerja modal ventura akan membaik seiring dengan berakhirnya
tech winter. "Dengan berakhirnya
tech winter ini, kami TelkomGroup siap meningkatkan penyertaan saham dan pembiayaan ke
startup teknologi, dengan penambahan sektor terutama yang berfokus pada keberlanjutan dan teknologi AI, karena kami melihat potensi besar dalam inovasi yang dapat membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan," kata Dhendy kepada Kontan.co.id, Jumat (13/9). Kendati begitu, ia mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan di segmen
startup teknologi, meliputi persaingan pasar yang semakin kompetitif, kebutuhan untuk mencapai skala bisnis yang
profitable dan
sustainable, integrasi teknologi AI yang menambahan nilai daya saing, serta harus mematuhi regulasi, dan menjaga keamanan penggunaan teknologi untuk setiap solusi inovasi yang ditawarkan. "Secara umum pendanaan kami masih selektif meskipun
tech winter sudah berakhir, investor tetap mencari
startup dengan potensi pertumbuhan yang jelas dan model bisnis yang solid," imbuhnya. Sementara itu, Dhendy juga menyebutkan bahwa pendanaan modal ventura global mencapai US$ 89 miliar hingga Juli 2024. Angka ini tumbuh 16% dari kuartal sebelumnya. Sedangkan di ASEAN, pendanaan diperkirakan mencapai US$ 18,2 miliar pada 2024. "Investor terutama tertarik pada teknologi informasi, kesehatan/bioteknologi, layanan keuangan, serta
startup keberlanjutan dan teknologi AI," ungkapnya. Dengan demikian, MDI Ventures optimis bahwa bisnis modal ventura akan terus berkembang hingga akhir tahun, dan TelkomGroup tetap berfokus pada investasi di
startup yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi dan dapat memberikan sinergi strategis. "Kami menargetkan adanya perluasan fokus pada investasi di
startup yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi dalam teknologi AI dan solusi yang mendukung keberlanjutan. Kami percaya bahwa sektor ini akan menjadi pendorong utama inovasi dan pertumbuhan ekonomi di masa depan," tandasnya. Industri Modal Ventura Rugi Akibat Ekonomi Global yang Tak Stabil Sementara itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo), Edward Ismawan Chamdani menilai industri modal ventura mengalami kerugian yang cukup besar dan penurunan pembiayaan merupakan dampak dari ketidakstabilan ekonomi global, termasuk kinerja saham di sektor teknologi.
"Hal ini berdampak langsung pada keputusan investasi dan memengaruhi kepercayaan investor di pasar ventura," ujar Edward pada Kontan.co.id, Kamis (12/9). Ia menambahkan bahwa fokus pembiayaan kini telah bergeser ke
startup yang menunjukkan tingkat profitabilitas dan arus kas yang sehat. Strategi "bakar uang" untuk pertumbuhan cepat, yang sebelumnya populer, mulai ditinggalkan. Edward juga menyoroti bahwa peluang pertumbuhan
startup yang agresif dan berkelanjutan saat ini terletak pada kolaborasi, terutama dengan perusahaan besar yang memiliki pasar, pasokan, dan ekosistem yang solid. Kolaborasi ini dapat mempercepat strategi
go-to-market dengan biaya yang lebih efisien. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih