Mesir bergejolak, Obama memikirkan ulang kebijakan di Timur Tengah



WASHINGTON. Setelah puluhan tahun mendukung rezim otoriter di Timur Tengah dan Afrika Utara sebagai benteng untuk melawan ekstrimisme muslim, saat ini AS sedang menghadapi tantangan untuk bagaimana terus mempertahankan kepentingan ekonomi dan keamanan AS sekaligus juga mendukung nilai-nilai demokrasi yang sedang diperjuangkan di Mesir.Presiden AS Barrack Obama mendesak semua pihak untuk segera mengakhiri praktek kekerasan dalam demonstrasi yang terjadi di Mesir saat ini. Dalam pidatonya dari Gedung Putih, Obama telah berbicara dengan Presiden Mesir Hosni Mubarak untuk segera mengambil langkah konkrit untuk memberi perubahan politik, sosial dan ekonomi di Mesir. "Namun, masa depan Mesir akan ditentukan oleh rakyat Mesir sendiri," kata Obama.Obama hingga kini berusaha untuk tidak terlalu memihak antara pemerintah dan rakyat Mesir. Dalam pidatonya, Gedung Putih pun mengumumkan akan meninjau untuk memberi bantuan ke Mesir. Meskipun demonstrasi menurunkan Presiden Husni Mubarak terus belanjut, dua jaringan telepon genggam telah kembali bisa beroperasi di Kairo hari ini (29/1) setelah kemarin sempat diputus oleh pemerintah. Namun, akses internet di negara ini masih terputus. Para demonstran yang selama beberapa hari ini berkomunikasi dengan menggunakan situs-situs mikro blogging dan jejaring sosial sulit berkoordinasi dengan aktivis lainnya di daerah lain. Sedikitnya 20 orang telah tewas dalam kerusuhan diseluruh Mesir sejak Jumat (28/1) siang. Umumnya para demosntran tewas setelah tertembak peluru karet pada bagian tubuh yang vital. Sebelumnya, tujuh demonstran telah meninggal pada Rabu dan Kamis kemarin.

Pihak rumah sakit dan keamanan Mesir melaporkan sedikitnya 35 orang telah tewas dan sekitar 1.500 penduduk setempat dan 1.000 polisi terluka dalam insiden ini. Lebih dari 350 orang ditahan kemarin, termasuk 50 pemimpin Muslim Brotherhood sebagai pihak oposisi pemerintahan Mubarak.


Editor: Rizki Caturini