Meski Ada Moratorium, TKI Tetap ke Malaysia



JAKARTA. Penghentian sementara atau moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) informal ke Malaysia ternyata tidak efektif. Sejak berlaku mulai Juni 2009 lalu, kebijakan ini tak mampu membendung arus pahlawan devisa menuju negeri jiran tersebut secara ilegal.Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, pengiriman TKI ilegal biasanya memakai modus visa lawatan sosial atau menggunakan paspor umum. Ini terjadi karena lemahnya pengawasan di pintu-pintu masuk perbatasan. "Di sisi lain, Malaysia memang masih membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia," kata Muhaimin, Kamis (3/6).Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Dai Bachtiar bilang, selama moratorium, Malaysia berusaha mencari tenaga kerja dari negara lain. Namun, mereka tidak mampu. Penyebabnya, negara lain menerapkan standar tinggi bagi pekerjanya. Filipina, misalnya, hanya mau menempatkan pembantu rumah tangga (PRT) di luar negeri dengan gaji minimal US$ 400. Sedangkan PRT asal Indonesia mau dibayar 500 ringgit.Sementara Pemerintah Myanmar dan Laos berkomitmen untuk tidak menempatkan PRT di luar negeri. Malaysia yang membutuhkan tenaga kerja, kemudian mengeluarkan kebijakan yang membuka peluang terjadinya pengiriman TKI secara nonprosedural. "Malaysia masih mengeluarkan visa kerja. Selain itu, kami menemukan ada TKI yang masuk dengan visa kunjungan, tapi kemudian bekerja, dan malah diberikan permit kerja," ungkap Dai.Akibat praktik itu, Dai menyatakan, kebijakan moratorium menjadi tidak efektif untuk menekan Malaysia menyelesaikan proses revisi nota kesepahaman atawa MoU. Karena, mereka merasa, tanpa melakukan pembenahan pun, masih banyak TKI yang masuk ke Malaysia. Tapi, "TKI yang masuk secara ilegal rentan terhadap pelanggaran hak," ujar bekas Kepala Kepolisian RI (Polri) ini.MoU Penempatan TKI ke Malaysia hingga kini masih dalam pembahasan. Kedua negara belum sepakat soal struktur biaya penempatan dan gaji untuk TKI. Padahal, Muhaimin sebelumnya sesumbar MoU itu akan ditandatangani Mei lalu, ketika Presiden berkunjung ke Malaysia. Namun yang terjadi, pemerintah hanya meneken Letter of Intent (LoI) yang kurang begitu kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi