Meski Aset Kelolaan Turun, Sejumlah Manajer Investasi Masih Jadi Jawara Aset Terbesar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat bayang-bayang dana kelolaan atau assets under management (AUM) industri reksadana yang terpantau turun. posisi manajer investasi dengan AUM terbesar tak banyak berubah. Meskipun, sebagian besar juga mengalami tekanan AUM yang terkoreksi.

Sebagai informasi, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Oktober 2022, mencatat AUM reksadana senilai Rp 521,96 triliun atau turun 2,24% secara tahunan.

Sementara itu, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) masih menjadi manajer investasi dengan AUM terbesar. Tercatat, AUM yang dikelola MAMI per Oktober 2022 dibukukan senilai Rp 48,78 triliun. Nilainya turun 21,6% dari periode sama tahun lalu yang berhasil mencapai Rp 62,4 triliun.


“Kalau dilihat dalam 2 tahun terakhir AUM reksa dana MAMI masih tumbuh sebesar 28%,” ujar Presiden Direktur MAMI Afifa kepada KONTAN, Jumat (11/11).

Afifa memang menyadari untuk setahun ini memang terjadi penurunan tapi bukan hanya terjadi di MAMI. Menurutnya, penurunan terjadi juga  pada perusahaan manajer investasi lainnya yang mengelola aset produk asuransi yang diinvestasikan (Paydi), menyusul penerapan aturan SEOJK Paydi.

Baca Juga: Terbaru, OJK Temukan 9 Investasi Ilegal Oktober, Cek Daftar Lengkap Tahun 2022

Ya, dalam aturan Paydi terbaru hanya diperbolehkan berinvestasi di reksa dana yang underlying-nya 100% di obligasi pemerintah atau surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Ia menambahkan saat ini pihaknya melihat permintaan terjadi di reksa dana kelas aset saham, obligasi tenor pendek, dan pasar uang. Ia melihat ini sebagai sesuatu yang positif karena adanya diversifikasi pilihan investor.

“Investor sebaiknya memiliki gabungan unsur growth dan defensif pada portofolio dalam menghadapi kondisi pasar yang fluktuatif,” ujarnya.

Dengan alasan yang sama, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Yulius Manto menyebut bahwa aturan SEOJK Paydi telah membuat AUM yang dimiliki oleh perusahaan ikut terkoreksi.

“Untuk produk terkait Paydi yang tidak berinvestasi di reksa dana dengan underlying sesuai aturan, berpindah ke dalam bentuk kontrak pengelolaan dana investasi  bilateral atau yang biasa dikenal sebagai KPD,” ujar Yulius.

Meskipun demikian, Batavia Prosperindo AM masih menempati posisi keempat untuk manajer investasi dengan AUM Reksadana terbesar. Adapun, AUM yang dimiliki per Oktober senilai Rp 34,81 triliun atau turun 12,74%.

Baca Juga: Satgas Waspada Investasi (SWI) Rilis Investasi Ilegal Terbaru Oktober, Ini Daftarnya

Ia menambahkan kondisi market yang dinamis juga turut mempengaruhi AUM yang dimiliki, antara lain karena kangka inflasi yang tinggi, ekspektasi suku bunga yang masih akan terus naik, serta pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi akan lebih kecil.

“Membuat investor cenderung lebih berhati-hati,” imbuhnya.

Di sisi lain, optimistis tampaknya masih dimiliki oleh beberapa manajer investasi salah satunya Bahana TCW yang kini memiliki AUM reksadana terbesar kedua senilai Rp 39,46 triliun atau turun 9,06%.

Direktur Bahana TCW Danica Adhitama bilang hingga akhir 2022 ini, pihaknya menargetkan pertumbuhan AUM antara 10% hingga 15% dibanding tahun 2021 yang lalu.

Danica bilang di tengah ketidakpastian ekonomi khususnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah belakangan ini, reksa dana pasar uang menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk melakukan diversifikasi investasi.

Baca Juga: LQ45 Sudah Priced In dengan Ekspektasi Kinerja, Cek Saham Pilihan Analis Berikut ini

Salah satunya Reksa Dana Bahana Dana Likuid USD (BLU) yang selama 1 tahun terakhir berhasil mencetak tingkat return sebesar 0,34% per 31 Oktober 2022.

Namun, seiring dengan perbankan yang turut menaikkan tingkat suku bunga deposito denominasi Dollar AS sebagai respon dari tren kenaikan tingkat suku bunga global, maka dalam sebulan terakhir saja BLU berhasil mencetak tingkat return 0,06%.

“Jika diasumsikan rate ini bertahan bahkan terus meningkat dalam satu tahun ke depan, maka BLU berpotensi untuk dapat mencetak tingkat return sebesar 1% – 1,30% per annum,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari