Jakarta. Meskipun tertekan dalam kurun beberapa hari terakhir, pasar obligasi korporasi masih berpotensi melaju hingga pengujung tahun 2016. Mengacu
Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Senin (14/11), rata-rata kinerja pasar obligasi korporasi (INDOBeX
Corporate Total Return) terkoreksi 0,59% dibandingkan hari sebelumnya ke level 220,6. Kendati demikian, ketimbang posisi akhir tahun 2015, pasar obligasi korporasi membukukan
return 12,27% (YtD). Bahkan angka tersebut masih lebih atraktif ketimbang pencapaian kinerja obligasi korporasi sepanjang tahun 2015 yang tercatat hanya 9,86%.
Senada,
Senior Research Analyst Pasardana.id Beben Feri Wibowo mengungkapkan, jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015, performa pasar obligasi korporasi Indonesia tahun ini lebih berkilau. Amunisi berasal dari pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia sebanyak tujuh kali. Terbaru, pada pertemuan Oktober 2016, BI 7-day repo rate diperkecil 25 bps menjadi 4,75%. Terlebih pertumbuhan ekonomi dalam negeri per kuartal III 2016 mencapai 5,02% (YoY), sesuai harapan pasar yang dipatok 5%. "Sisi lain, pengesahan Undang-Undang amnesti pajak dan pergantian menteri keuangan pun sempat memberikan sentimen positif," paparnya. Oleh karena itu, Beben memproyeksikan, pada waktu mendatang, pasar obligasi korporasi dalam negeri masih berpotensi menguat. Penopangnya, intervensi pemerintah dalam mengendalikan nilai tukar rupiah, peningkatan konsumsi domestik karena faktor musiman seperti Natal dan Tahun Baru, pembangunan infrastruktur dan kampanye pemilihan kepala daerah 2017, serta pencapaian pertumbuhan ekonomi dan laporan keuangan emiten per kuartal IV 2016. Memang kenaikan pasar obligasi korporasi bersifat terbatas. Tantangan berasal dari kebijakan Trump, spekulasi kenaikan suku bunga The Fed, efek keluarnya Inggris dari Uni Eropa, serta perekonomian Eropa dan China. Dari domestik, investor menantikan realisasi amnesti pajak periode kedua yakni Oktober 2016 - Desember 2016.
"Mengingat pergerakan harga obligasi korporasi yang tidak terlalu fluktuatif seperti saham, sebaiknya investor tidak terlalu panik. Apalagi investor obligasi korporasi biasanya menganut strategi Hold To Maturity (HTM)," ujarnya. Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management sepakat, tekanan efek Trump dan spekulasi kenaikan suku bunga The Fed hanya bersifat sementara. Sebab, inflasi dalam negeri masih terkendali di rentang 3% - 5%. Ini membuka ruang bagi BI untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga. Pasar obligasi korporasi Tanah Air juga diuntungkan oleh likuiditas yang lebih rendah ketimbang pasar obligasi pemerintah. Artinya, meskipun ada sentimen negatif yang menghantui, penurunan kinerja pasar obligasi korporasi tidak akan sedalam dan sefluktuatif pasar Surat Utang Negara (SUN). "Sepanjang tahun 2016, rata-rata total return obligasi korporasi bisa mencapai 12% - 15%," terkanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto