JIMBARAN. Bank Indonesia (BI) meminta agar masalah defisit neraca bank sentral tidak dipolitisir. Meski akhir tahun ini bolong defisit neraca BI diperkirakan bakal menembus Rp 30-an triliun, BI menilai ini tidak akan ada berdampak apapun. Apalagi sampai membuat bank sentral bangkrut. Pasalnya, BI bisa mencetak uang sendiri sehingga mustahil kondisinya bisa bangkrut. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menuturkan, bank sentral pada dasarnya tidak akan pernah bisa bangkrut mengingat dia adalah institusi yang berwenang mencetak uang. "Bank sentral sebenarnya tidak pernah bisa bangkrut. Kami bisa mencetak uang, yang namanya bank sentral ketika kita mulai dari titik nol, mencetak uang, dan itu sebenarnya adalah utang bank sentral pada kita semua. Nah, kondisi defisit, tapi uang itu digunakan masyarakat untuk keperluan produktif," katanya di sela acara High Level Seminar Deputy Governor South East Asian Central Banks (SEACEN) di Jimbaran Bali, Jumat (10/12).Yang terpenting, defisit yang dicatat BI, kata Halim, bukan karena borosnya BI dalam menjalankan operasionalnya. "Ini defisit yang baik dalam rangka stabilitas moneter dan ekonomi secara keseluruhan, jadi bukan defisit karena BI yang boros," jelasnya.Bolong neraca BI yang semakin menganga dalam beberapa tahun terakhir, menurut Halim, lebih banyak dikarenakan besarnya biaya operasi moneter dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Termasuk penyerapan ekses likuiditas melalui berbagai instrumen moneter seperti Sertifikat BI (SBI) yang memakan ongkos mahal. "Kalau ekses itu kami lepas (tidak diserap), uang yang beredar bisa banyak sekali. Untuk stabilisasi tentu ada biayanya dan selama ini kami yang tanggung itu. Harapannya, ke depan ketika kondisi ekonomi membaik, ekses likuiditas bisa kami lepas perlahan-lahan agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat. Sementara ini karena belum, ya terpaksa kami sedot dulu. BI tidak ada yang menyuruh seperti ini, ini semua demi kepentingan stabilitas (sistem keuangan) yang dimandatkan pada kami," jelas Halim panjang lebar. Asal tahu saja, akibat tekanan defisit yang terus menganga, rasio modal BI saat ini terus meluncur turun mendekati batas psikologis 3%. Sampai akhir tahun nanti, BI memperkirakan rasio modalnya anjlok hingga 4,3%. Nah, menurut aturan UU, jika rasio modal BI menyentuh angka 3%, maka pemerintah wajib menyuntikkan tambahan modal ke bank sentral melalui anggaran negara alias APBN. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Meski defisit neraca menganga, BI tidak bisa bangkrut
JIMBARAN. Bank Indonesia (BI) meminta agar masalah defisit neraca bank sentral tidak dipolitisir. Meski akhir tahun ini bolong defisit neraca BI diperkirakan bakal menembus Rp 30-an triliun, BI menilai ini tidak akan ada berdampak apapun. Apalagi sampai membuat bank sentral bangkrut. Pasalnya, BI bisa mencetak uang sendiri sehingga mustahil kondisinya bisa bangkrut. Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menuturkan, bank sentral pada dasarnya tidak akan pernah bisa bangkrut mengingat dia adalah institusi yang berwenang mencetak uang. "Bank sentral sebenarnya tidak pernah bisa bangkrut. Kami bisa mencetak uang, yang namanya bank sentral ketika kita mulai dari titik nol, mencetak uang, dan itu sebenarnya adalah utang bank sentral pada kita semua. Nah, kondisi defisit, tapi uang itu digunakan masyarakat untuk keperluan produktif," katanya di sela acara High Level Seminar Deputy Governor South East Asian Central Banks (SEACEN) di Jimbaran Bali, Jumat (10/12).Yang terpenting, defisit yang dicatat BI, kata Halim, bukan karena borosnya BI dalam menjalankan operasionalnya. "Ini defisit yang baik dalam rangka stabilitas moneter dan ekonomi secara keseluruhan, jadi bukan defisit karena BI yang boros," jelasnya.Bolong neraca BI yang semakin menganga dalam beberapa tahun terakhir, menurut Halim, lebih banyak dikarenakan besarnya biaya operasi moneter dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Termasuk penyerapan ekses likuiditas melalui berbagai instrumen moneter seperti Sertifikat BI (SBI) yang memakan ongkos mahal. "Kalau ekses itu kami lepas (tidak diserap), uang yang beredar bisa banyak sekali. Untuk stabilisasi tentu ada biayanya dan selama ini kami yang tanggung itu. Harapannya, ke depan ketika kondisi ekonomi membaik, ekses likuiditas bisa kami lepas perlahan-lahan agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat. Sementara ini karena belum, ya terpaksa kami sedot dulu. BI tidak ada yang menyuruh seperti ini, ini semua demi kepentingan stabilitas (sistem keuangan) yang dimandatkan pada kami," jelas Halim panjang lebar. Asal tahu saja, akibat tekanan defisit yang terus menganga, rasio modal BI saat ini terus meluncur turun mendekati batas psikologis 3%. Sampai akhir tahun nanti, BI memperkirakan rasio modalnya anjlok hingga 4,3%. Nah, menurut aturan UU, jika rasio modal BI menyentuh angka 3%, maka pemerintah wajib menyuntikkan tambahan modal ke bank sentral melalui anggaran negara alias APBN. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News