Meski ekspor berpeluang naik, margin bisnis tekstil makin mengecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tak hanya berdampak negatif bagi industri manufaktur yang berorientasi dalam negeri, namun juga pengekspor. Salah satunya penyebabnya ialah bahan baku yang masih didapat dari impor membebani beban produksi pabrikan.

Seperti industri tekstil dan garmen dalam negeri, dimana menurut Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) industri menengah dan besar garmen sebagian besar produknya menyasar pasar ekspor. "Meskipun banyak ekspor namun tetap saja bahan baku dibeli pakai dolar, selain itu energi seperti listrik juga dengan dolar," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (9/8).

Meskipun beberapa industri mungkin memperoleh selisih kurs, menurut Ade hal tersebut tak seberapa dibandingkan beban pajak yang diterima. "Dengan bahan baku mahal seperti ini margin jadi semakin mengecil," sebutnya.


Padahal, menurut API, pertumbuhan ekspor garmen Indonesia pada semester I 2018 ini tumbuh sekitar 7% year on year (yoy). "Sampai akhir tahun saya lihat masih bisa tumbuh 5%-7%," kata Ade.

Hal tersebut terbilang wajar, mengingat kata Ade pertumbuhan demand garmen dunia kisaran 5%-6%. "Kalau bisa industri juga bisa menyusul pertumbuhan tersebut," ujarnya.

Sampai saat ini menurut Ade belum akan ada ekspansi yang berarti di sektor garmen. "Kecuali perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dapat selesai, hal tersebut akan mendongkrak penjualan ekspor kami ke Eropa," tuturnya.

Ade meyakini jika perundingan berjalan dengan mulus maka akan meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil hingga 3 kali lipat dalam waktu tiga tahun setelah agreement diputuskan.

Sampai tahun lalu, menurut catatan API nilai ekspor produk tekstil dan garmen Indonesia mencapai US$ 12,6 miliar. Di tahun ini API optimis pertumbuhannya masih bisa dikerek ke level US$ 13 miliar.

Sementara itu, produsen garmen dan tekstil, PT Pan Brothers Tbk (PBRX) masih optimis dengan raihan bisnisnya sepanjang semester I tahun ini. Perseroan mengatakan bahwa pasar ekspor, yakni pasar utama bisnisnya, masih memperlihatkan peningkatan permintaan.

Anne Patricia Sutanto, Wakil Presiden Direktur PT Pan Brohters Tbk menyatakan untuk hasil rigidnya, manajemen akan mengeluarkan laporan keuangan paruh pertama tahun ini pada Agustus nanti. "Memang ada kenaikan dibandingkan (semester I-2018) tahun lalu, sesuai gambaran kami sekitar 10%," ungkapnya.

Sejauh ini, menilik laporan kuartal I 2018 kemarin PBRX mayoritas mengekspor ke negara Amerika Serikat (AS) sebesar 32% dari revenue atau senilai US$ 31,4 juta, naik 6,7% yoy dibandingkan tahun lalu. Dari segi regional, penjualan di eropa mengalami eskalasi paling besar 78% yoy menjadi US$ 24,8 juta, dimana pada kuartal pertama tahun kemarin hanya US$ 13,9 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko