JAKARTA. Imbas krisis ekonomi global memaksa pengusaha memutar otak. Salah satunya produsen udang, PT Centra Proteinaprima Tbk yang mengaku krisis global ini memaksa mereka mengambil langkah penghematan. Kendati, sejauh ini permintaan ekspor udang seperti ke Amerika masih relatif stabil.Langkah penghematan berlangsung sejak 2 bulan sampai 3 bulan ini. Bentuknya mulai dari sumber energi listrik hingga akomodasi pegawai. Akibat ini, sedikit demi sedikit jumlah karyawan pun menyusut secara sukarela atau mengundurkan diri. "Menurut human capital, sampai sejauh ini belum ada karyawan yang dirumahkan atau di-PHK sebagai langkah efisiensi perusahaan kami," jelas Fajar Reksoprodjo, Corporate Communications Manager PT Centra Proteinaprima kepada KONTAN, Kamis (20/11).Kebijakan penghematan beban usaha tersebut bertujuan agar perusahaan terhindar dari keputusan sepihak untuk memberhentikan karyawannya. Namun, Fajar mengaku belum bisa memastikan seberapa jauh pengaruh langkah penghematan ini. Yang pasti, mereka menilai cukup signifikan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak krisis global, Pt CP Prima juga melakukan diversifikasi pasar. Dengan begitu, mereka memiliki pilihan lain ketika satu negara tujuan ekspor mengalami kelesuan pembeli. Pasar ke Timur Tengah dan Eropa Timur.Selama ini, lebih dari separuh penjualan udang PT CP Prima diekspor ke Amerika. Pada kuartal ketiga di 2008, total penjualan bersih mencapai Rp 5,698 triliun. Dengan rincian ekspor udang beku Rp 2,859 triliun. Hampir 55% penjualan udang beku untuk pasar Amerika. Sisanya ditujukan ke Jepang dan negara-negara di Eropa. Sedangkan Rp 2,839 triliun penjualan bersih produk lain seperti pakan udang.Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia, Johannes Kitono mengaku, ekspor udang ke beberapa negara mengalami koreksi atau penurunan. Besarannya sekitar 20% dari target penjualan US$ 1 miliar. Dengan tujuan antara lain Amerika, Eropa dan Jepang. Penurunan bakal terus berlanjut hingga tahun depan, dengan kisaran yang belum dapat diperkirakan oleh pengusaha.Secara keseluruhan, menurut Johannes, ekspor udang relatif stabil. Hingga kini, tak ada pemutusan kontrak sepihak. Hal yang terjadi hanya permintaan penjadwalan ulang kontrak dari pembeli.Pengusaha menilai dampak krisis 2008 lebih terasa dibandingkan pada 1998 lalu. Sebabnya, saat ini produksi udang Indonesia meningkat. Artinya, bila tak laku atau terjadi penurunan pembelian maka mereka sudah pasti terpuruk. Sebab, komoditi ini menjadi salah satu andalan ekspor ke luar negeri. Dengan jumlah produksi udang mencapai 300.000 ton per tahun.Sementara pada 1998, produksi udang jauh lebih sedikit. Kenaikan produksi baru terjadi pada 2001, saat pemerintah memperkenalkan jenis udang vaname. Yang di pasar pasarnya sangat menjanjikan pengusaha.Untuk itu, pengusaha meminta pemerintah segera mengambil kebijakan membantu sektor riil. Caranya, menurunkan harga bahan bakar yang menjadi komponen biaya pengusaha dan petambak. Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung mengakui saat ini terjadi kelesuan pembelian di pasar ekspor. Tak heran, dampak lanjutan ada perusahaan yang mengurangi produksi mereka. Tapi pemerintah menilai ada cara lain agar kelesuan ekspor ini dapat teratasi. Seperti, produsen mulai mengubah pola produksi produk mereka. Caranya, memperkecil udang yang dibudidayakan. Dengan begitu, harganya lebih murah sesuai keinginan konsumsi saat ini. Selain itu, produsen dapat memanfaatkan pasar dalam negeri dengan lebih maksimal.Lebih lanjut, Saut mengatakan, ekspor udang hingga akhir tahun masih dapat berjalan normal. Sebab, pengusaha sudah melaksanakan kontrak sejak beberapa bulan lalu. Kalaupun terjadi penurunan, terlihat pada 2009. "Kami memang mendengar belum ada pemesanan baru untuk tahun depan," katanya.Ekspor tahun depan diperkirakan melorot 10%-15% dari nilai US$ 2,3 miliar untuk semua produk perikanan. Sementara ekspor ke Amerika kurun Januari hingga November 2008 mencapai 70.000 ton.Sementara upaya pemerintah membantu pengusaha caranya seperti memperluas pasar ekspor ke negara-negara yang selama ini belum dimasuki produk ikan Indonesia seperti Timur Tengah. Dan mendorong pengusaha mengubah bentuk ekspor produk ikan mereka. "Misalnya jika dulu ekspor utuh, sekarang bisa di fillet atau sebaliknya," tandas Saut. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Meski Ekspor Stabil, Produsen Udang Lakukan Penghematan
JAKARTA. Imbas krisis ekonomi global memaksa pengusaha memutar otak. Salah satunya produsen udang, PT Centra Proteinaprima Tbk yang mengaku krisis global ini memaksa mereka mengambil langkah penghematan. Kendati, sejauh ini permintaan ekspor udang seperti ke Amerika masih relatif stabil.Langkah penghematan berlangsung sejak 2 bulan sampai 3 bulan ini. Bentuknya mulai dari sumber energi listrik hingga akomodasi pegawai. Akibat ini, sedikit demi sedikit jumlah karyawan pun menyusut secara sukarela atau mengundurkan diri. "Menurut human capital, sampai sejauh ini belum ada karyawan yang dirumahkan atau di-PHK sebagai langkah efisiensi perusahaan kami," jelas Fajar Reksoprodjo, Corporate Communications Manager PT Centra Proteinaprima kepada KONTAN, Kamis (20/11).Kebijakan penghematan beban usaha tersebut bertujuan agar perusahaan terhindar dari keputusan sepihak untuk memberhentikan karyawannya. Namun, Fajar mengaku belum bisa memastikan seberapa jauh pengaruh langkah penghematan ini. Yang pasti, mereka menilai cukup signifikan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak krisis global, Pt CP Prima juga melakukan diversifikasi pasar. Dengan begitu, mereka memiliki pilihan lain ketika satu negara tujuan ekspor mengalami kelesuan pembeli. Pasar ke Timur Tengah dan Eropa Timur.Selama ini, lebih dari separuh penjualan udang PT CP Prima diekspor ke Amerika. Pada kuartal ketiga di 2008, total penjualan bersih mencapai Rp 5,698 triliun. Dengan rincian ekspor udang beku Rp 2,859 triliun. Hampir 55% penjualan udang beku untuk pasar Amerika. Sisanya ditujukan ke Jepang dan negara-negara di Eropa. Sedangkan Rp 2,839 triliun penjualan bersih produk lain seperti pakan udang.Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia, Johannes Kitono mengaku, ekspor udang ke beberapa negara mengalami koreksi atau penurunan. Besarannya sekitar 20% dari target penjualan US$ 1 miliar. Dengan tujuan antara lain Amerika, Eropa dan Jepang. Penurunan bakal terus berlanjut hingga tahun depan, dengan kisaran yang belum dapat diperkirakan oleh pengusaha.Secara keseluruhan, menurut Johannes, ekspor udang relatif stabil. Hingga kini, tak ada pemutusan kontrak sepihak. Hal yang terjadi hanya permintaan penjadwalan ulang kontrak dari pembeli.Pengusaha menilai dampak krisis 2008 lebih terasa dibandingkan pada 1998 lalu. Sebabnya, saat ini produksi udang Indonesia meningkat. Artinya, bila tak laku atau terjadi penurunan pembelian maka mereka sudah pasti terpuruk. Sebab, komoditi ini menjadi salah satu andalan ekspor ke luar negeri. Dengan jumlah produksi udang mencapai 300.000 ton per tahun.Sementara pada 1998, produksi udang jauh lebih sedikit. Kenaikan produksi baru terjadi pada 2001, saat pemerintah memperkenalkan jenis udang vaname. Yang di pasar pasarnya sangat menjanjikan pengusaha.Untuk itu, pengusaha meminta pemerintah segera mengambil kebijakan membantu sektor riil. Caranya, menurunkan harga bahan bakar yang menjadi komponen biaya pengusaha dan petambak. Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung mengakui saat ini terjadi kelesuan pembelian di pasar ekspor. Tak heran, dampak lanjutan ada perusahaan yang mengurangi produksi mereka. Tapi pemerintah menilai ada cara lain agar kelesuan ekspor ini dapat teratasi. Seperti, produsen mulai mengubah pola produksi produk mereka. Caranya, memperkecil udang yang dibudidayakan. Dengan begitu, harganya lebih murah sesuai keinginan konsumsi saat ini. Selain itu, produsen dapat memanfaatkan pasar dalam negeri dengan lebih maksimal.Lebih lanjut, Saut mengatakan, ekspor udang hingga akhir tahun masih dapat berjalan normal. Sebab, pengusaha sudah melaksanakan kontrak sejak beberapa bulan lalu. Kalaupun terjadi penurunan, terlihat pada 2009. "Kami memang mendengar belum ada pemesanan baru untuk tahun depan," katanya.Ekspor tahun depan diperkirakan melorot 10%-15% dari nilai US$ 2,3 miliar untuk semua produk perikanan. Sementara ekspor ke Amerika kurun Januari hingga November 2008 mencapai 70.000 ton.Sementara upaya pemerintah membantu pengusaha caranya seperti memperluas pasar ekspor ke negara-negara yang selama ini belum dimasuki produk ikan Indonesia seperti Timur Tengah. Dan mendorong pengusaha mengubah bentuk ekspor produk ikan mereka. "Misalnya jika dulu ekspor utuh, sekarang bisa di fillet atau sebaliknya," tandas Saut. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News