JAKARTA. Aktivitas pencatatan saham perdana kembali menggeliat. Ada empat calon emiten yang segera mencatatkan sahamnya di bursa. Keempat calon emiten ini adalah PT Sariguna Primatirta, PT Cahayasakti Investindo Sukses, PT Pelayaran Tamarin dan PT Terregra Asia Energy. Nilai emisi keempat emiten ini terbilang kecil. Sariguna mengincar dana segar lebih dari Rp 50 miliar. Cahayasakti Investindo mengincar dana Rp 62 miliar. Lalu Pelayaran Tamarin dan Terregra masing-masing mengincar Rp 175 miliar dan Rp 198 miliar. Sejak awal tahun, ada empat emiten yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia. Mereka adalah PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharma Tbk (CARS) dan PT Nusantara Pelabuhan Handal Tbk (PORT).
Hanya saham FORZ yang tercatat di papan utama. Tapi, nilai emisi FORZ pun hanya sebesar Rp 68,75 miliar. Sedang MINA meraup dana segar Rp 27,56 miliar. CARS dan PORT masing-masing memperoleh Rp 262,5 miliar dan Rp 308,6 miliar. Nilai emisi IPO memang bergantung pada kebutuhan masing-masing calon emiten. "Tapi, faktor makroekonomi turut mempengaruhi," kata Reza Priyambada, analis Binaartha Parama Sekuritas pada KONTAN, Rabu (3/4). Sebelum IPO, calon emiten pasti mengukur berapa kebutuhan modal ekspansi tahun ini. Proses
pitching dimulai bersama para
underwriter. Tapi, respons pasar akan tergantung prospek bisnis dan sektor si calon emiten, sehingga ada potensi nilai emisi terpaksa dipangkas. Ini terjadi pada Cahayasakti Investindo. Perusahaan ini awalnya melego saham perdana seharga Rp 650Rp 960 per saham. Pada akhirnya, calon emiten ini menetapkan harga pelaksanaan sebesar Rp 300 per saham. Dus, perusahaan ini hanya meraup dana segar Rp 62 miliar dari target awal Rp 198,72 miliar. Selain itu,
timing IPO dalam waktu dekat ini juga kurang menarik. Sebentar lagi sudah masuk periode Mei-Juni. Pada periode ini,
market cenderung lebih sepi. "Karena sentimen, terutama dari rilis laporan keuangan, sudah berakhir," kata Reza. Di bulan kelima, pasar saham global kerap diwarnai aksi jual yang terkenal dengan jargon
sell in May. Fenomena ini juga menghampiri pasar saham Tanah Air sehingga menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Koreksi indeks turut mempengaruhi prospek saham IPO. Kendati ada tekanan, prospek IPO tahun ini lebih menarik dibandingkan dengan tahun lalu. Buktinya, IHSG beberapa kali mencetak rekor. Menurut analis First Asia Capital David Sutyanto, torehan rekor IHSG menunjukkan bahwa pasar sebenarnya sedang berada dalam kondisi kelebihan dana. "Dilihat dari pergerakan indeks, investor terlihat bingung ingin memasukkan dana investasinya ke mana," jelas David. Saat seperti ini bisa dimanfaatkan emiten yang menggelar IPO. David menambahkan, menariknya prospek IPO juga terlihat dari pergerakan saham empat emiten baru. Harga saham dua dari empat emiten yang
listing tahun ini ada di bawah harga pelaksanaannya
(lihat tabel).
Dua tahun terakhir, pasar saham kurang kondusif. Alhasil, investor takut untuk berjualan. Ini menyebabkan suplai saham di pasar kurang dan harga saham tetap berada di atas harga pelaksanaan. Hal ini terlihat di mayoritas saham emiten yang
listing tahun lalu. Tapi, tahun ini lebih menarik, sehingga investor memperoleh kepastian akan ada pihak yang membeli ketika ingin menjual saham. Otomatis, suplai saham di pasar membesar sehingga harganya turun. "Jadi, terlepas dari skema
full commitment dalam teknis penjaminan emisi, prospek (IPO) tahun ini untuk semua sektor memang lebih menarik," jelas David. Reza menilai, sektor yang prospektif untuk IPO adalah sektor konstruksi, properti dan konsumer. Sektor tambang memang membaik tapi masih ada risiko seiring fluktuasi harga komoditas. "Jadi, masih perlu
wait and see," terang Reza. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia