Meski Fed Rate Turun Bertahap, Reksa Dana USD Masih Dinilai Atraktif



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek kinerja reksadana berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) alias offshore diproyeksi masih akan positif, seiring otot dolar terus mengalami penguatan.

Penguatan USD ini akan berdampak positif kepada investor yang berinvestasi pada aset-aset berbasis mata uang dolar seperti obligasi korporasi AS, saham-saham AS, atau instrumen pasar uang global.

Berdasarkan data Infovesta Utama per 16 Desember 2025, produk reksadana Sucorinvest USD Balanced Fund (reksadana campuran) menjadi produk reksadana USD yang mencetak return tertinggi yakni 53,41% secara year to date (ytd). 


Selanjutnya, Ashmore Dana USD Equity Nusantara (reksadana saham) mencatat return 16,04% secara ytd. Berikutnya, Manulife Greater Indonesia Fund (reksadana saham) membukukan return 10,75% ytd, Panin Dana US Dollar (reksadana campuran) mencatat return 6,24%, serta AXA Obligasi Dollar (reksadana pendapatan tetap) mencetak return 6,98% secara ytd.

Baca Juga: IHSG Diproyeksi Melemah Jumat (19/12), Investor Perlu Cermati Data Penting Ini

CEO Pinnacle Investment Guntur Putra mengatakan, sepanjang tahun berjalan ini, KPD (kontrak pengelolaan dana) offshore dan kinerja KPD dolar AS yang dikelolanya secara keseluruhan cukup solid dan mencapai double digit return dalam USD.

“Namun demikian, volatilitas masih cukup terasa seiring dinamika kebijakan moneter dan valuasi pasar global,” beber Guntur kepada Kontan, Kamis (18/12/2025).

Kendati demikian, Guntur menilai prospek reksadana dan KPD dolar AS/offshore di 2026 masih akan positif, terutama sebagai bagian dari strategi diversifikasi global bagi investor institusi maupun high net worth. 

Pun meski masih ada peluang penurunan suku bunga The Fed secara bertahap, yield dolar AS diperkirakan tetap relatif atraktif. Selain itu, juga dolar AS masih memiliki peran penting sebagai safe heaven currency di tengah ketidakpastian global yang belum sepenuhnya mereda.

Sama halnya, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan prospek reksadana USD di tahun 2026 masih akan bagus, disebabkan underlying prospek saham dan obligasi global (USD) yang outlook-nya positif tahun depan.

“Ekonomi AS juga diperkirakan masih bertumbuh positif menghindari resesi hanya mengalami perlambatan, jadi masih positif,” jelas Arjun.

Pun Arjun juga mencermati bahwa jika investor domestik (yang berbasis di Indonesia) membeli aset berdenominasi dolar AS, lalu menjual aset tersebut dan menukarkan kembali hasilnya ke rupiah saat nilai dolar sedang tinggi, tentunya investor akan memperoleh rupiah lebih banyak.

Baca Juga: Avrist AM Luncurkan Reksa Dana Syariah Terproteksi Beri Imbal Hasil 6%

Apalagi mengingat, nilai tukar rupiah sedang mengalami tren pelemahan (terdepresiasi signifikan) dibandingkan periode-periode sebelumnya. 

Di sisi lain, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menekankan bahwa penurunan suku bunga The Fed berdampak positif terhadap obligasi dan saham berbasis USD. Tetapi, tingkat inflasi di AS akan menjadi concern.

“Apabila inflasi AS terus meningkat atau relatif di angka sekitar 3%, maka akan membuat prospek penurunan bunga terhambat,” katanya.

Pun jika dibandingkan dengan memegang dolar USD, reksadana USD dinilai bisa jadi lebih unggul. Karena dolar USD secara langsung tidak memberikan imbal hasil investasi, kecuali potensi keuntungan dari selisih nilai tukar saat dikonversi kembali ke rupiah. 

Berbeda dengan reksa dana USD yang menawarkan peluang pertumbuhan nilai karena diinvestasikan ke berbagai instrumen, meski tetap disertai risiko penurunan. 

Reksa dana USD sendiri tersedia dalam berbagai jenis, mulai dari pasar uang, pendapatan tetap, campuran, hingga saham dan saham global. Kata Rudiyanto, untuk reksa dana berbasis saham umumnya lebih cocok untuk tujuan investasi jangka panjang, sementara instrumen non-saham lebih sesuai untuk jangka pendek hingga menengah.

Lebih lanjut dengan kondisi saat ini Guntur merekomendasikan investor untuk melakukan strategi selektif dan managed approach sebagai kunci. Yakni, dengan menyesuaikan struktur KPD dengan tujuan investasi dan toleransi risiko masing-masing

Kedua, memprioritaskan kualitas aset dasar (underlying) dan manajemen durasi yang disiplin dan menggunakan KPD offshore sebagai alat diversifikasi strategis, bukan sekadar untuk mengejar pergerakan nilai tukar jangka pendek

“Pendekatan yang terukur dan berjangka menengah-panjang akan lebih optimal dalam memanfaatkan peluang di aset dolar AS,” pungkasnya.

Baca Juga: Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Jumat (19/12)

Selanjutnya: UPS Manfaatkan AI untuk Deteksi Barang Palsu di Tengah Lonjakan Retur Liburan

Menarik Dibaca: Ciri-Ciri Anak Perfeksionis dan 6 Cara Menghadapinya dengan Tepat, Moms Harus Tahu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News