KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara memang cenderung fluktuatif. Bahkan pada kuartal II-2018 berada pada tren penurunan. Lihat saja, harga batubara acuan (HBA) yang sebelumnya tembus US$ 101,86 per ton, pada April ini sudah di angka US$ 89,53 per ton. Namun, tren penurunan HBA itu, tak mengendurkan niat perusahaan pertambangan batubara untuk terus meningkatkan portfolio bisnisnya dengan melakukan akuisisi. Seperti contoh, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) pada akhir Mei ini segera merampungkan akuisisi PT Barasentosa Lestari. Ia bilang kegiatan akuisisi tidak hanya dilihat dari kecenderungan harga batubara. Pasalnya, nilai yang bisa diperoleh oleh perusahaan dalam akuisisi adalah kegiatan jangka panjang. "Jadi tidak bisa semata-mata di lihat short term, tapi harus lihat secara jangka panjang," kata Presiden Direktur GEMS, Bonifasius kepada Kontan.co.id, Rabu (16/5).
Ia menilai, harga batubara dalam jangka panjang akan kembali naik didasari atas kelangkaan produksi batubara. Maka dari itu, kegiatan akuisisi yang dilakukan perusahaan perusahaan pertambangan pada tahun-tahun ini merupakan langkah yang tepat. "Kita perkiraan naiknya karena kepangkaan. Jadi akuisisi ini, in the long run pasti memberikan value added," ungkapnya. Asal tahu saja cadangan batubara yang diketahui pada Barasentosa Lestari mencapai 200 juta ton dengan kalorie berkisar 4500 Kcal per Kg - 5000 Kcal per Kg. Adapun nilai akuisisi yang disiapkan oleh GEMS mencapai US$ 65 juta. Sementara untuk pendanaannya didapat dari intenal cash flow. "Perseroan pada akhir Maret 2018, mencatatkan cash bank position sebesar US$ 197 juta," tandasnya. Selain GEMS, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) bersama EMR Capital, perusahaan pengelola private equity asal Australia, telah meneken perjanjian mengikat untuk mengakuisisi 80% saham Rio Tinto di tambang batubara kokas Kestrel pada dengan nilai total konsiderasi transaksi tersebut sebesar US$ 2,25 miliar. HeadCorporate Communication ADRO Febriati Nadira mengatakan pihaknya melaksanakan rencana strategisnya untuk tumbuh secara anorganik dengan menyelesaikan akuisisi tambang batubara Kestrel dari Rio Tinto, yang menandai usaha pertamanya yang berhasil di luar Indonesia. Kegiatan akuisisi ini, kata Nadira, sebagai diversifikasi dan memperkuat bisnis inti penambangan batubara ADRO. Sehingga, bisnis penambangan batubara ADRO sekarang memiliki dua pilar. Yakni batubara termal yang cocok untuk pembangkit tenaga listrik dan batubara metalurgi, komponen penting dalam pembuatan baja. "Akuisisi ini memperkuat posisi kami di pasar batubara metalurgi. Kami memiliki aspirasi bahwa ketika Indonesia menjadi negara industri, kami dilengkapi dengan salah satu kebutuhan dasar, batubara metalurgi, dan dapat memberikan dukungan penuh kami untuk kemajuan bangsa," tandasnya kepada Kontan, Selasa (16/5). Sayangnya, ia belum ingin memberitahu dari mana dana yang akan disiapkan dalam akuisisi ini. "Masih proses, nanti kalau sudah selesai akan di informasikan," tandasnya.
Selain ADRO, PT ABM Investama Tbk (ABMM) juga terus berusaha merampungkan akuisisinya. Saat ini, ada sekitar 125 site pertambangan baru yang diincar. Hanya saja sampai saat ini masih terbentur masalah harga yang belum cocok. Alhasil, proses akuisisi lahan masih dalam tahap negosiasi harga. Direktur Keuangan ABMM, Adrian Erlangga mengatakan untuk mendukung pembelian akuisisi itu, pihaknya sudah mendapatkan dukungan dari dua bank dengan kisaran nilai sekitar US$ 200 juta dan US$ 150 juta. Sementara dana dari kas internal mencapai US$ 150 juta. Sehingga totalnya mencapai US$ 500 juta. "Aktivitas akuisisi ini sangat intens, day to day target akuisisi bulan lalu. Tidak mudah, coal ini lebih banyak cerita dari logistik sehingga kami hati-hati sekali," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sofyan Hidayat