Meski harga turun, ekspor pulp melaju



JAKARTA. Penurunan harga bubur kayu (pulp) dan kertas belakangan ini tampaknya tak berpengaruh terhadap ekspor. Permintaan yang tinggi mendongkrak volume ekspor pulp dan kayu lokal.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor bubur kayu sepanjang Januari hingga September 2011 naik 72,37% menjadi 1,81 juta ton, dari 1,05 juta ton di Januari-September 2010.

Meski tipis, nilai ekspornya juga naik yakni hanya 12,46% menjadi US$ 1,18 juta tahun ini. Kenaikan nilai yang tak setinggi volume lantaran harga bubur kayu di dunia merosot. “Harga tertinggi bubur kayu terjadi pada pertengahan tahun 2011 di tingkat US$ 1.000 per ton, tetapi setelah itu terus turun," ujar Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Muhammad Mansur, Kamis(3/11). Saat ini, harga bubur kayu hanya US$ 700-US$ 800 per ton.


Mansur mengatakan, penurunan harga terjadi sebagai akibat perekonomian global melemah sehingga daya beli ikut turun. Biar begitu, permintaan tinggi tetap datang dari kawasan Asia seperti China dan India sehingga volume ekspor tetap tumbuh.

Prediksi Mansur, harga yang sekarang akan bertahan sampai akhir tahun. Setelahnya, ia memprediksi harga akan kembali terangkat ke US$ 1.000 per ton pada awal 2012.

Produksi kertas China

Mansyur mengaku, tak khawatir soal rencana China untuk mengembangkan hutan tanaman industrinya guna menambah pasokan pulp.

“China itu 4 musim dan jenis tanahnya juga tanah granit sehingga produksi tidak bisa secepat Indonesia yang dua musim dan memiliki tanah vulkanik,” kata Mansur. Karenanya, ia tetap optimistis industri bubur kayu Indonesia masih akan cerah.

Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper Kusnan Rahmin juga meyakini produksi pulp China tak akan berpengaruh banyak terhadap harga pulp di pasar dunia. Soalnya, produksi China masih terbatas sehingga mereka masih akan mengimpor pulp untuk memenuhi kebutuhannya yang masif.

Kusnan mengatakan, selama permintaan China tak turun secraa drastis, maka harga bubur kertas juga tidak akan terpengaruh banyak. Selain itu, karena China memiliki empat musim, perkembangan kayu mereka sudah pasti akan lebih lambat dari Indonesia. "Kecuali kalau mereka didukung penambahan lahan, sementara kita terus moratorium,” tandas Kusnan.

Dalam kondisi keterbatasan produksi ini, dia mengkhawatirkan Indonesia tak bisa memanfaatkan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan kertas dunia.

Mansur menyampaikan, ekspor bubur kayu, kertas dan produk kertas tahun ini bisa meningkat menjadi US$ 9 miliar-US$ 10 miliar. Tahun 2010 lalu, ekspor produk tersebut hanya US$ 8 miliar.

Adapun data BPS mencatat pada periode Januari hingga September 2011, ekspor pulp dan kertas telah mencapai US$ 4,37 miliar naik 7,47% dari US$ 4,07 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Pada 2010, produksi bubur kayu mencapai 6,3 juta ton . Dari jumlah itu, bubur kayu yang untuk tujuan ekspor mencapai 2,6 juta ton diekspor.

Sementara itu, produksi kertas Indonesia pada tahun lalu mencapai 11,5 juta ton, di antaranya sebanyak 4,2 juta ton dilepas ke pasar internasional. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: