KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggelontoran stimulus Amerika Serikat (AS) yang lebih besar di pemerintahan Presiden AS Joe Biden, berpotensi membuat indeks dolar bergerak menurun dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, para ekonom dan analis memproyeksikan indeks dolar akan kembali naik. Mengutip Bloomberg, Kamis (21/1), indeks dolar bertengger di level 90,18. Sementara, posisi indeks dolar di akhir tahun 2020 berada di 89,93. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf memproyeksikan dalam jangka pendek hingga menengah indeks dolar sulit untuk merangkak naik. Penyebabnya, Biden masih akan banyak mencetak dolar AS guna memberikan stimulus yang lebih besar. "Stimulus masih ramai di pasar dan ini bisa menekan dolar AS," kata Alwi.
Ekonom Bank Mandiri Reni Eka Puteri menambahkan pergerakan indeks dolar tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi AS melainkan dari negara dari mata uang utama lainnya. Reny mengamati bank sentral negara lain juga kompak cenderung
dovish dan masih berjuang memulihkan ekonomi. Maka indeks dolar diproyeksikan masih bisa menurun. Baca Juga:
Pemerintah menargetkan dana Rp 14 triliun pada lelang enam seri SBSN, Selasa (26/1) Namun, dalam jangka panjang indeks dolar AS berpotensi naik saat stimulus yang digelontorkan berhasil membawa pemulihan pada ekonomi AS. Apalagi jika inflasi AS meningkat maka The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya. Efeknya, indeks dolar AS bisa naik. Calon Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga memberi sinyal
hawkish dengan mengatakan bahwa dia tidak mempermasalahkan jika dolar AS menguat, berbeda dengan Donald Trump yang berharap dolar melemah. Dengan begitu, potensi indeks dolar naik masih ada. Meski indeks dolar AS berpotensi naik yang berarti dolar AS menguat, Alwi mengatakan belum tentu akan membuat rupiah melemah. "Jangan salah, jika terjadi pemulihan ekonomi secara global maka yang akan diburu pelaku pasar adalah investasi di
emerging markets, termasuk rupiah," kata Alwi. Baca Juga:
Rupiah diproyeksikan melemah tipis setelah pelantikan Biden Sementara, Reny memproyeksikan bukan karena pemulihan ekonomi saja indeks dolar AS berpotensi naik. Di tengah pandemi yang belum mereda ketidakpastian masih akan sangat tinggi. Apalagi jika vaksin tidak efektif meredam penyebaran virus. Jika ketidakpastian meningkat indeks dolar AS berpotensi meningkat karena dolar AS akan diburu sebagai aset
safe haven.
Senada, Ahmad Mikail Zaini Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan indeks dolar berpotensi naik karena defisit fiskal AS yang juga naik. Menurut Mikail, The Fed tidak bisa terus mencetak dolar AS. "Butuh dolar AS dari luar untuk membiayai fiskal AS, kemungkinan
yield US Treausry naik ini buat indeks dolar AS naik," kata Mikail. Reny memproyeksikan level indeks dolar di tahun ini di 87-92. Sementara, Alwi memproyeksikan titik keseimbangan rupiah di tahun ini berada di rentang Rp 13.860 per dolar AS-Rp 14.450 per dolar AS. Sedangkan, Mikail memproyeksikan titik keseimbangan rupiah di tahun ini berada di Rp 14.300-Rp 14.500 jika indeks dolar AS naik ke level 92. Baca Juga:
IHSG turun 0,25% pada Kamis (21/1), masih menguat 5,07% dalam sepekan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati