Meski investasi tumbuh 4,3%, kualitas investasi dinilai masih buruk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang kuartal I-2021 sebesar Rp 219,7 triliun. Angka tersebut tumbuh 4,3% year on year (yoy).

Ekonom senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, meski tumbuh kualitas investasi sepanjang kuartal I-2021 masih buruk. Sebab, kontribusi investasi padat modal lebih tinggi daripada padat karya. Terbukti dari banyaknya investasi di sektor tersier.

Data BKPM memerinci, dari nilai investasi kuartal I-2021, investasi di sektor primer sebesar Rp 26,6 triliun, sekunder Rp 88,3 triliun, dan tersier Rp 104,8 triliun. Dus, nilai investasi sektor tersier setara 47,7% total realisasi investasi Januari-Maret 2021.


Dalam hal ini, investor dalam negeri ternyata paling gemar menanamkan modalnya ke sektor tersier. Pada kuartal I-2021 realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor itu sebesar Rp 70 triliun atau setara dengan 65% dari total realisasi investor domestik.

Baca Juga: Realisasi investasi sepanjang kuartal pertama 2021 mencapai Rp 219,7 triliun

Sementara untuk investor asing, tercatat realisasi penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp 111,7 triliun. Dari angka tersebut sektor tersier tercatat senilai Rp 34,6 triliun atau setara dengan 31% dari total realisasi PMA.

Menurut Enny, kelemahan sektor tersier yakni minim menyerap tenaga kerja dan kurang memiliki multiplier effect. Sebab, sektor ini terdiri dari bidang usaha seperti pergudangan, transportasi, dan telekomunikasi.

“Terlihat kalau dominasinya adalah sektor tersier maka semakin memperburuk daya saing dunia usaha. Karena tersier ujung-ujungnya impor. Jadi bukan mengandalkan sumber daya yang berada di dalam negeri,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Senin (26/4).

Menurut Enny, agar Indonesia kelak bisa mendorong investasi yang berkualitas, maka investasi harus diarahkan sektor manufaktur. Sehingga, nantinya produksi yang dihasilkan bisa mengurangi Indonesia terhadap ketergantungan impor, serta meningkatkan ekspor.

Enny menambahkan, pemerintah juga perlu memfokuskan sektor konstruksi seiring dengan geliat infrastruktur yang dijalankan. Ia memberikan contoh Malaysia, yang hanya memperbolehkan investor lokal dalam menangani proyek-proyek konstruksi. Namun juga didukung pemberian insentif dari pemerintah.

“Sebenarnya investor sederhana asal mereka untung udah selesai, konstruksi tidak masalah dari dalam negeri, tapi akan lebih kompetitif dikerjakan apabila aspek investasinya lebig murah untuk investor dalam negeri. Jadi PMA masuk tapi untuk menstimulus PMDN,” ujar Enny.

Enny menambahkan,  dengan adanya rencana pembentukan Kementerian Investasi diharapkan mampu meningkatkan kualitas investasi ke depan. Tetapi, Kementerian Investasi harus mempunya mandat untuk menyelesaikan permasalahan investasi di lapangan.

“Kalau bentuknya kementerian teknis maka mampu mendobrak kendala-kendala investasi yang selama ini mangkrak. Nanti ada kementerian itu maka akan ada perubahan dari Undang-Undang penanaman modal misalnya. Sehingga memberikan peluang dan harapan atas problem dan kendala investasi,” ucap Enny.

Adapun dengan realisasi investasi sepanjang Januari-Maret 2021 itu, BKPM perlu menambah investasi sebesar Rp 680,3 triliun hingga akhir tahun ini supaya bisa mencapai target yang telah dimandatkan Presiden Joko Widodo sejumlah Rp 900 triliun.

Enny optimistis dengan adanya tren pemulihan ekonomi dalam dan luar negeri target tersebut bisa tercapai. Hanya, kualitas investasi dinilai masih akan buruk karena indikasi sektor padat modal atau tersier masih menjadi penopang investasi hingga akhir 2021.

Selanjutnya: Jokowi akan bentuk Kementerian Investasi, Kepala BKPM: Kami harus tahu diri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat