Meski kapasitas bertambah, industri kaca masih wait and see di tahun 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca tampaknya masih belum mampu mengerek kinerja bisnisnya di awal tahun ini. Persaingan dengan barang impor dan harga energi yang kurang kompetitif menggerus industri kaca lembaran dalam negeri.

Yustinus Gunawan, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mengaku bahwa perkembangan industri kaca lembaran dan hilirnya masih wait & see. Hal ini tak terlepas dari kondisi umum di awal tahun politik.

Kepastian iklim berbisnis setelah diadakannya pemilu menjadi concern bagi industri kaca lembaran. "Adapun penjualan cukup landai di sektor properti maupun sektor otomotif di kuartal-I ini," sebut Yustinus kepada Kontan.co.id, Minggu (21/4).


Sayangnya Yustinus tidak merincikan capaian penjualan industri ini. Yang terang menurut asosiasi pemanfaatan kaca lembaran dalam negeri diserap oleh sektor properti sebesar 65%, otomotif 15%, furnitur 12% dan lainnya 8%.

Lebih lanjut kata Yustinus, penyerapan domestik sangat tergantung pada daya saing produk kaca lembaran yang terbeban biaya produksi tinggi dari mahalnya harga gas bumi untuk industri. "Padahal harga gas itu berkontribusi sekitar 30% terhadap biaya produksi," sebutnya.

Menurutnya pemerintah sudah paham dan memberikan solusi tentang harga gas bumi dengan menetapkan Perpres Nomor 40 Tahun 2016, namun kenyataannya belum dilaksanakan. Hal ini menurut asosiasi menciptakan ketidakpastian dalam dunia usaha.

Yustinus menyayangkan bahwa industri manufaktur penyerap tenaga kerja dan berkontribusi besar bagi pajak seperti kaca lembaran ini seakan dipandang sebelah mata. Adapun saat ini kapasitas produksi terpasang industri kaca lembaran nasional telah meningkat menjadi 1,34 juta ton per tahun dari sebelumnya sebesar 1,13 juta ton per tahun.

Penambahan ini berasal dari PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) yang telah resmi menutup tungku F3 pabrik kaca lembaran miliknya yang berlokasi di Ancol, Jakarta Utara. Penutupan pabrik berkapasitas 120.000 ton per tahun tersebut dilakukan karena sudah mencapai umur ekonomisnya, yang telah beroperasi sejak tahun 1973.

Perusahaan merelokasi pabrik ke wilayah Cikampek untuk merealisasikan penambahan investasinya sebesar Rp 5 triliun. Bukan hanya sekedar relokasi, AMFG juga melakukan perluasan dan peningkatan kapasitas pabrik kaca lembaran menjadi sebesar 420.000 ton per tahun.

Selain itu perseroan juga menyerap tenaga kerja sebanyak 3.000 orang. Alhasil total kapasitas produksi kaca lembaran yang dihasilkan AMFG saat ini menjadi 720.000 ton per tahun, ditambah dengan kapasitas pabrik di Sidoarjo sebesar 300.000 ton per tahun.

Yustinus menyebutkan bahwa asosiasi mengapresiasi usaha perseroan dalam meningkatkan kapasitasnya. "Diharapkan produk dapat diserap oleh pasar domestik, di tengah masih derasnya impor dari China dan Malaysia," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .