KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Peer to peer (P2P)
lending syariah semakin unjuk gigi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) aset penyelenggara P2P lending syariah tumbuh pesat dibandingkan penyelenggara konvensional. Namun secara nominal aset P2P lending syariah masih kecil dibandingkan konvensional. Adapun aset P2P
lending syariah pada September 2019 tercatat senilai Rp 66,98 miliar. Nilai ini tumbuh 2778,01%
year to date (ytd) dibandingkan Desember 2019 sebanyak Rp 2,32 miliar. Memang sejak awal industri P2P
lending hingga Desember 2018 hanya ada dua pemain P2P
lending yang menggarap segmen syariah yakni Ammana dan Danasyariah. Selain itu, Investree lewat unit usaha syariah juga telah melayani segmen ini.
Memasuki 2019, jumlah pemain yang fokus menggarap produk syariah semakin bertambah. Tercatat ada enam entitas P2P
lending syariah yakni Danakoo, Alamisharia, Syarfi, Duha Syariah, Qazwa, dan Bsalam.
Baca Juga: Hingga kuartal III-2019, pinjaman P2P lending tembus Rp 60 triliun Selain itu, berdasarkan penelusuran Kontan.co.id terdapat dua entitas P2P lending yang menjalankan bisnis secara konvensional dan berminat mengarap produk syariah yakni UangTeman dan Amartha. Kedua entitas ini sudah melakukan koordinasi kepada OJK untuk meminta restu. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyatakan OJK sebagai regulator memandang P2P Lending hadir untuk memberi kemudahan pendanaan bagi kelompok masyararakat yang
unbanked dan
underserved yang belum tergarap. "P2P Lending yang telah terdaftar dan atau berizin dari OJK didorong sepenuhnya untuk terus berinovasi dalam suatu ekosistem ekonomi digital yang bermanfaat bagi publik. Mereka bebas mengembangkan berbagai produk termasuk produk syariah, sepanjang telah memenuhi prinsip dan syarat-syarat syariah yang dapat diterima oleh masyarakat umum secara luas," ujar Hendrikus kepada Kontan.co.id pekan lalu. Ia menambahkan, regulasi
fintech P2P lending yang telah tersedia menganut konsep umum atau
principle based. Sehingga jangan dimaknai sebagai regulasi yang menghambat potensi ide-ide inovasi. Termasuk konsep syariah, yang memang sangat dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat luas. "Regulasi
fintech lending yang tersedia pada saat ini membuka ruang yang luas bagi pengembangan
fintech lending syariah di tanah air," tambah Hendrikus. Terkait operasional bisnis syariah ini, Hendrikus bilang OJK menyerahkan sepenuhnya pada Dewan Syariah Nasional. Guna menentukan fintech berizin harus memiliki unit usaha syariah atau perusahaan sendiri berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Baca Juga: Ada peluang garap transaksi crossborder, DANA fokus ke transaksi domestik Kendati demikian, aset P2P
lending syariah hanya 2,52% dari total aset industri P2P
lending pada sembilan bulan pertama 2019 senilai Rp 2,65 triliun. Adapun pertumbuhan aset industri P2P
lending tumbuh 71,8% ytd dibandingkan Desember 2018 senilai Rp 1,54 triliun. Adapun aset P2P lending konvensional hingga September 2019 tercatat senilai Rp 2,58 triliun. Nilai ini tumbuh 67,01% ytd dibandingkan Desember 2018 senilai Rp 1,54 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi