Meski Kinerja Keuangan Turun, Sejumlah Saham LQ45 Ini Punya Prospek Menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten yang terdaftar dalam LQ45 mencatatkan penurunan kinerja pada semester pertama tahun ini. Misalnya saja, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang mengalami penurunan pendapatan.

SMGR membukukan pendapatan sebesar Rp 15,88 triliun sepanjang semester I-2022, nilai tersebut turun 2,03% dari periode yang sama tahun lalu dengan jumlah Rp 16,21 triliun.  Untungnya, laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk berhasil meningkat jadi Rp 828,76 miliar, dari semester I-2021 yang sebesar Rp 794,12 miliar.

Baca Juga: Sejumlah Emiten LQ45 Ini Mencatat Penurunan Kinerja pada Semester I-2022


Selain SMGR, ada beberapa emiten yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan tapi laba bersihnya menurun, di antaranya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP).

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mencermati, emiten SMGR dan INTP tampak melambat pertumbuhan kinerja pendapatannya. Pada semester pertama tahun ini, pendapatan INTP mencapai Rp 6,91 triliun atau naik tipis 3,75% dari pendapatan di semester pertama 2021 sebesar Rp 6,66 triliun. Namun, INTP mencatatkan laba bersih Rp 291,54 miliar di semester pertama 2022 atau turun 50,3% secara tahunan.

"Pemerintah tampak tidak terlalu menggenjot proyek baru karena lebih fokus untuk mengendalikan inflasi dan melindungi sebagian masyarakat yang terdampak sehingga anggaran infrastruktur belum dapat dioptimalkan," kata Pandhu, Rabu (5/10).

Selain itu, dari sektor pembangunan perumahan juga ada hambatan dari kenaikan suku bunga, pengurangan insentif, dan kenaikan harga bahan baku. Pandhu bilang, hal ini terlihat dari target marketing sales para emiten properti yang stagnan dan tidak seoptimis tahun lalu.

Tak hanya itu, kenaikan harga batubara dan BBM juga membuat profit margin INTP tergerus, sehingga laba menyusut. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam menerapkan harga batubara khusus untuk beberapa industri belum secara merata tersalurkan.

"Untuk kuartal III dan IV kami perkirakan belum banyak perubahan, jadi kinerja masih akan stagnan hingga akhir tahun," tambah Pandhu.

Selanjutnya untuk ICBP dan INDF, Pandhu menjelaskan, pukulan terbesar datang dari penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang menyebabkan beban keuangan meningkat dan menggerus laba kedua emiten tersebut. Meski demikian, jika dilihat dari pendapatan masih cukup baik karena mampu membukukan pertumbuhan positif.

Pandhu menambahkn, harga komoditas yang mulai menurun dapat menjadi pendorong kinerja membaik karena gandum dan CPO merupakan bahan baku utama kedua emiten tersebut, yang mana sudah turun mencapai sekitar 30% jika dibanding posisi kuartal kedua lalu.

Sayangnya, posisi kurs dolar yang masih lebih tinggi akan sedikit banyak menggerus laba bersih. 

Baca Juga: IHSG Menguat 0,04% ke 7.075 Pada Perdagangan Rabu (5/10), Sektor Transportasi Melaju

"Kami rasa masih cukup berat pada kuartal ketiga untuk membalikkan pertumbuhan laba bersih menjadi positif," ujar Pandhu.

Selanjutnya, untuk GOTO yang mencetak kerugian mencapai Rp 13 triliun sepanjang semester pertama ini dinilai masih sulit berharap untuk dapat mencapai laba. Dari emiten sendiri memperkirakan baru pada tahun 2025 menargetkan bisa mulai mencetak laba. Sekarang ini GOTO masih fokus untuk memperluas lini bisnis sambil pelan-pelan meningkatkan take rate, karena jika terlalu agresif dapat menghambat laju pertumbuhan transaksi para pelanggan.

Sedangkan untuk kinerja HMSP terimbas kenaikan cukai rokok. Menurut Pandhu, kenaikan cukai rokok membuat harga jual rokok semakin tidak terjangkau, sehingga para konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Ia melihat HMSP tampak kesulitan dalam menaikkan harga jual karena peralihan para konsumen dapat semakin besar.

Adapun kinerja laba bersih ERAA juga tergerus pada semester pertama ini. Strategi emiten untuk membuka banyak gerai baru diharapkan dapat memperluas pangsa pasar perseroan. Nah, penambahan gerai ini otomatis akan meningkatkan beban. Oleh karena itu, Pandhu memandang ERAA perlu upaya yang lebih untuk dapat mengejar pertumbuhan pendapatannya.

Jika melihat sejumlah emiten LQ45 yang mengalami penurunan kinerja, pergerakan harga sahamnya rata-rata berada dalam tren turun kecuali SMGR. Pandhu mencermati ada potensi yang cukup menarik pada saham ERAA, INDF, dan ICBP yang mulai mendekati support dan ada tanda-tanda perlawanan. Secara valuasinya juga dinilai cukup menarik meskipun secara kinerja diperkirakan masih akan tertekan.

Ia memberikan rekomendasi buy on weakness saham ERAA, INDF, dan ICBP dengan target harga masing-masing di Rp 480, Rp 6.650, dan Rp 9.500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi