KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski kinerjanya membaik di Kuartal III-2024, namun saham emiten bank digital sepertinya masih belum layak untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Analis saham menilai, rata-rata harga saham emiten bank digital sudah
overvalued, sementara itu pergerakan sahamnya juga cenderung stagnan, bahkan betah di zona merah. Ambil contoh saham PT Bank Jago Tbk (
ARTO) yang berdasarkan data RTI Business selama tiga bulan terakhir harga sahamnya hanya naik 0,37%. Sementara itu pergerakan harga saham ARTO dalam sepekan terakhir telah turun sebesar 6,21%. Adapun pada perdagangan Senin (4/11), harga sama ARTO ditutup di harga Rp 2.270 per sahamnya, turun 2,86%.
Baca Juga: Era Suku Bunga Tinggi, Pendapatan Bunga Bersih Jadi Penopang Kinerja Bank Digital Sementara emiten bank digital lainnya seperti PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) mencatatkan pergerakan harga saham di zona hijau selama tiga bulan terakhir, yakni naik sebesar 7,44%. Namun harga sahamnya terkoreksi 2,26% dalam sepekan terakhir. Adapun harga saham AGRO pada perdagangan Senin (4/11) ditutup di harga Rp 260 per sahamnya, turun 0,76%. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia M. Nafan Aji Gusta menyatakan, harga saham emiten bank digital sudah dalam kondisi overvalued. Di sisi lain, pergerakan sahamnya pun cenderung
sideways. "Jadi untuk jangka panjang bank digital tidak cocok, jadi cocoknya hanya
trading,"ungkapnya kepada Kontan, Senin (4/11). Nafan juga menyebut rata-rata kinerja emiten bank digital cenderung dipengaruhi oleh pendapatan bunga bersih hingga likuiditas bank. Bank digital perlu meningkatkan likuiditasnya untuk meningkatkan penyaluran kredit. Maklum, bank digital dikenal paling getol tawarkan bunga simpanan dan deposito tinggi, alhasil ini turut mempengaruhi tingginya beban bunga bank. Namun jika bunga bersih mampu tetap tumbuh tinggi, tentu ini akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank. Padahal jika melihat lagi kinerja bank digital seperti ARTO dan AGRO di kuartal III-2024, laba bersih ARTO naik 70,69% secara tahunan (
year on year/yoy) menjadi Rp 85,84 miliar. Kreditnya juga tumbuh 59% yoy menjadi Rp 17,3 triliun.
Baca Juga: Ditopang Pendapatan Bunga Bersih, Cermati Kinerja Bank Digital Berikut! Ini turut didukung oleh kecukupan likuiditas ARTO dalam mendukung penyaluran kreditnya, terlihat dari dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 64% yoy menjadi Rp 16,9 triliun, dengan 57% merupakan segmen dana murah (CASA). Begitu pun dengan kinerja anak usah BRI Group ini, laba bersih AGRO melesat 130,95% yoy menjadi Rp 33,88 miliar pada Kuartal III-2024. DPK juga tumbuh 11,2% yoy mencapai Rp 7,8 triliun. "Masalahnya walaupun
overvalued, pergerakan sahamnya cenderung
sideways, jadi untuk jangka panjang bank digital tidak cocok, jadi cocoknya hanya
trading,"ungkapnya kepada Kontan, Senin (4/11). Senada, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus juga menilai pergerakan saham bank digital memang belum belum menunjukkan momentum kenaikan saat ini.
"Dengan situasi dan kondisi yang ada, mungkin nanti di tahun depan ketika kembali mendapatkan momentum, mungkin berpotensi mengalami kenaikan. Namun untuk saat ini mungkin akan bergerak secara terbatas," ungkapnya. Meski begitu, masih ada potensi terhadap saham-saham bank digital jika terus diperkuat secara fundamental dan dengan dukungan ekosistem yang kuat. "Prospeknya masih baik, namun kuncinya adalah membangun ekosistem yang mampu memberikan nilai manfaat bagi industri yang ada saat ini," ungkap Nico. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi