Meski koreksi, batubara bertahan di level tinggi



JAKARTA. Harga batubara mengalami koreksi seiring dengan melemahnya harga minyak dunia. Tetapi sulitnya mengurangi konsumsi batubara menjaga pergerakan harga di level tinggi.

Mengutip Bloomberg, Rabu (24/8) harga batubara kontrak pengiriman September 2016 di ICE Futures Exchange melemah 0,9% ke level US$ 66,2 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir batubara tergerus 3,3%.

Wahyu Tri Wibowo, Analis PT Central Capital Futures menjelaskan, harga batubara masih berada di level tinggi meski rentan koreksi. Penguatan harga didukung oleh permintaan yang mulai membaik. "Koreksi harga saat ini biasa terjadi apalagi ketika di level atas. Koreksi juga didukung oleh melemahnya harga minyak," ujarnya.


Tren pergerakan batubara saat ini masih cukup positif, apalagi rencana untuk mengurangi konsumsi batubara di sejumlah negara masih sulit diterapkan. Lembaga riset FBR Capital Markets menyatakan, cadangan batubara Amerika Serikat (AS) bulan lalu turun 12 juta ton menjadi 173 juta ton. Turunnya cadangan batubara AS disebabkan adanya kenaikan pembakaran batubara yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Di samping itu, Inggris juga kesulitan untuk menghindari penggunaan batubara setelah keluar dari Uni Eropa (Brexit). Negeri Ratu Elizabeth ini sebenarnya berencana menutup semua pembangkit batubara dalam kurun waktu kurang dari satu dekade.

Dengan demikian, Inggris diharuskan meningkatkan impor gas alam dan listrik. Sementara dengan meninggalkan Uni Eropa, akses Inggris ke pasokan gas alam asing menjadi semakin sulit. "Jika keamanan pasokan terancam, kita mungkin akan melihat pembangkit listrik batubara terus ada bahkan setelah tahun 2025," kata Alex Horrison, penasihat pada Hogan Lovells di London, seperti dikutip Bloomberg.

Tidak hanya AS dan Eropa, negara China juga memberi pengaruh cukup signifikan bagi harga batubara. Perbaikan harga batubara mulai terjadi sejak awal tahun ini setelah China memangkas produksi batubara dalam negeri sehingga mengurangi cadangan global.

Kebijakan ini membawa pengaruh cukup signifikan mengingat China merupakan produsen sekaligus konsumen batubara terbesar di dunia. "China telah menerapkan kebijakan dimana tambang batubara hanya bisa berproduksi selama 274 hari per tahun dari sebelumnya 330 hari," kata Wahyu.

Produksi batubara lokal China dipangkas secara signifikan sehingga menekan pasokan jangka pendek. Akhirnya, baik perusahaan listrik maupun perusahaan logam di China mulai melirik pasar global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto