JAKARTA. Meski masih menguasai pasar global, industri mebel rotan di Tanah Air makin terpuruk. Keberadaan mebel rotan dari Vietnam dan China cukup mengganggu pasar utama ekspor dari Indonesia. Akibatnya, ekspor mebel rotan dari Indonesia tahun ini diperkirakan bisa mengalami penurunan sekitar 20% dari tahun 2010 yang mencapai US$ 135 juta. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Hatta Sinatra mengatakan industri mebel rotan di Indonesia tidak mengalami pertumbuhan lagi di tahun ini. Tapi justru industri mebel rotan di negara lain yaitu China dan Vietnam terus tumbuh. "Mebel rotan dari Vietnam dan China sudah cukup mengganggu pasar utama kita di Amerika Serikat dan Eropa," kata Hatta, Selasa (17/5). Hal itu cukup ironis mengingat Vietnam dan China mendapatkan bahan baku rotan mentah dari Indonesia. Di sisi lain, industri rotan dalam negeri justru kerap kesulitan untuk mendapatkan rotan dengan ukuran dan kualitas tertentu. Hatta mengatakan Amerika Serikat dan Eropa selama ini menjadi pasar utama ekspor mebel rotan dari Indonesia. Dengan masuknya mebel rotan dari Vietnam dan China, pasar ekspor Indonesia pun menciut. "Yang paling parah ekspor ke Eropa, penurunannya sangat besar," kata Hatta. Selain itu, Hatta mengatakan mebel rotan sebenarnya bisa memanfaatkan pasar China yang sangat besar. China menurutnya negara yang paling menghargai mebel rotan di mana hampir semua hotel memiliki mebel rotan. Sayangnya, mereka lebih suka membeli mebel rotan dari negaranya sendiri yang sumber bahan bakunya berasal dari Indonesia. Di sisi lain, dampak perdagangan bebas Asean-China (ACFTA) juga membuat produk mebel dari China membanjiri pasar Indonesia. Produk mebel dari China berbahan baku kayu, plastik atau injeksi. Jadi bukan hanya harus bersaing di pasar ekspor, di pasar dalam negeri juga harus bersaing dengan China. Hatta mengatakan selain terkendala kebijakan pemerintah yang mengizinkan ekspor bahan baku rotan mentah, penurunan ekspor juga disebabkan karena tren pasar yang mulai berubah. Saat ini, menurutnya mebel yang tengah digemari berupa mebel seperti sofa yang dibungkus kain atau kulit yang memberi kesan modern. Sedangkan mebel rotan dianggap sudah model lama. Industri mebel rotan di Indonesia juga terimbas penguatan mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat hingga penerimaan mereka dalam rupiah kecil. Jadi ketika dikonversikan ke Rupiah untuk membiayai produksi menjadi sangat mahal. Dampak dari kinerja industri mebel rotan yang terus mengalami penurunan ini sangat nyata. Menurut Hatta, perusahaan mebel rotan yang masih bertahan di seluruh Indonesia hanya sekitar 17%. Sisanya sebanyak 40% dalam kondisi sekarat dan 43% lainnya sudah gulung tikar. Hatta mengatakan industri mebel rotan di Indonesia bisa terpangkas habis jika pemerintah tidak memperbaiki kebijakannya terkait ekspor rotan mentah. Robiyanto Koestomo, Ketua Bidang Pertanian, Kehutanan dan Pertambangan GPEI mengatakan keputusan menghentikan ekspor bahan baku rotan seperti buah simalakama bagi pemerintah. Hal itu terjadi karena produsen rotan mengatakan over produksi dan tidak bisa diserap oleh pasar domestik. Di sisi lain, para pengusaha rotan mengeluhkan kesulitan bahan baku rotan. "Harus ada win-win solution agar semua pihak tidak ada yang dirugikan kepentingannya," kata Robiyanto. Selain itu, Robiyanto mengatakan keberadaan rotan sintetis juga menjadi pesaing baru bagi industri mebel rotan. Maklum, mebel rotan sintetis lebih tahan lama ketimbang rotan asli. Persaingan itu semakin menciutkan pasar ekspor mebel rotan dari Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Meski masih jadi penguasa dunia, industri rotan dalam negeri makin terpuruk
JAKARTA. Meski masih menguasai pasar global, industri mebel rotan di Tanah Air makin terpuruk. Keberadaan mebel rotan dari Vietnam dan China cukup mengganggu pasar utama ekspor dari Indonesia. Akibatnya, ekspor mebel rotan dari Indonesia tahun ini diperkirakan bisa mengalami penurunan sekitar 20% dari tahun 2010 yang mencapai US$ 135 juta. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Hatta Sinatra mengatakan industri mebel rotan di Indonesia tidak mengalami pertumbuhan lagi di tahun ini. Tapi justru industri mebel rotan di negara lain yaitu China dan Vietnam terus tumbuh. "Mebel rotan dari Vietnam dan China sudah cukup mengganggu pasar utama kita di Amerika Serikat dan Eropa," kata Hatta, Selasa (17/5). Hal itu cukup ironis mengingat Vietnam dan China mendapatkan bahan baku rotan mentah dari Indonesia. Di sisi lain, industri rotan dalam negeri justru kerap kesulitan untuk mendapatkan rotan dengan ukuran dan kualitas tertentu. Hatta mengatakan Amerika Serikat dan Eropa selama ini menjadi pasar utama ekspor mebel rotan dari Indonesia. Dengan masuknya mebel rotan dari Vietnam dan China, pasar ekspor Indonesia pun menciut. "Yang paling parah ekspor ke Eropa, penurunannya sangat besar," kata Hatta. Selain itu, Hatta mengatakan mebel rotan sebenarnya bisa memanfaatkan pasar China yang sangat besar. China menurutnya negara yang paling menghargai mebel rotan di mana hampir semua hotel memiliki mebel rotan. Sayangnya, mereka lebih suka membeli mebel rotan dari negaranya sendiri yang sumber bahan bakunya berasal dari Indonesia. Di sisi lain, dampak perdagangan bebas Asean-China (ACFTA) juga membuat produk mebel dari China membanjiri pasar Indonesia. Produk mebel dari China berbahan baku kayu, plastik atau injeksi. Jadi bukan hanya harus bersaing di pasar ekspor, di pasar dalam negeri juga harus bersaing dengan China. Hatta mengatakan selain terkendala kebijakan pemerintah yang mengizinkan ekspor bahan baku rotan mentah, penurunan ekspor juga disebabkan karena tren pasar yang mulai berubah. Saat ini, menurutnya mebel yang tengah digemari berupa mebel seperti sofa yang dibungkus kain atau kulit yang memberi kesan modern. Sedangkan mebel rotan dianggap sudah model lama. Industri mebel rotan di Indonesia juga terimbas penguatan mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat hingga penerimaan mereka dalam rupiah kecil. Jadi ketika dikonversikan ke Rupiah untuk membiayai produksi menjadi sangat mahal. Dampak dari kinerja industri mebel rotan yang terus mengalami penurunan ini sangat nyata. Menurut Hatta, perusahaan mebel rotan yang masih bertahan di seluruh Indonesia hanya sekitar 17%. Sisanya sebanyak 40% dalam kondisi sekarat dan 43% lainnya sudah gulung tikar. Hatta mengatakan industri mebel rotan di Indonesia bisa terpangkas habis jika pemerintah tidak memperbaiki kebijakannya terkait ekspor rotan mentah. Robiyanto Koestomo, Ketua Bidang Pertanian, Kehutanan dan Pertambangan GPEI mengatakan keputusan menghentikan ekspor bahan baku rotan seperti buah simalakama bagi pemerintah. Hal itu terjadi karena produsen rotan mengatakan over produksi dan tidak bisa diserap oleh pasar domestik. Di sisi lain, para pengusaha rotan mengeluhkan kesulitan bahan baku rotan. "Harus ada win-win solution agar semua pihak tidak ada yang dirugikan kepentingannya," kata Robiyanto. Selain itu, Robiyanto mengatakan keberadaan rotan sintetis juga menjadi pesaing baru bagi industri mebel rotan. Maklum, mebel rotan sintetis lebih tahan lama ketimbang rotan asli. Persaingan itu semakin menciutkan pasar ekspor mebel rotan dari Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News