KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri menguat dalam sepekan terakhir. Meski begitu, harga komoditas logam masih berpotensi turun lagi. Berdasarkan data Bloomberg, per Rabu (20/11) mayoritas harga logam industri naik. Aluminium memimpin kenaikan sebesar 4,48% sepekan ke US$ 2.644 per ton, disusul nikel naik 1,11% ke US$ 15.906 per ton, dan tembaga naik 0,46% ke US$ 9.089,5 per ton. Hanya timah yang merosot 2,14% sepekan ke US$ 29.026 per ton. Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai bahwa secara umum kenaikan harga logam industri sepekan ini didukung oleh melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Trading Economics, indeks dolar tercatat turun 0,17% dalam sepekan ke 106,69.
"Lalu investor masih menaruh harapan pada stimulus China," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11). Baca Juga: Sebulan Harga Emas Antam Minus 0,40%, Hari Ini Naik Lagi (21 November 2024) Di sisi lain, harga aluminium juga didukung respons pasar atas penghentian kebijakan rebate ekspor oleh pemerintah China dalam upaya meredakan overcapacity pada produksi yang secara umum masih belum pulih. Untuk nikel didukung oleh kebijakan pemerintah Indonesia yang diperkirakan akan menurunkan kuota penambangan. Meski begitu, secara umum tekanan pada harga logam industri masih berlangsung. Sebab, data PMI resmi China masih menunjukkan kontraksi di sektor manufaktur. "Selain itu masih terdapat kekhawatiran yang besar terkait kebijakan proteksionisme Trump," sambung Lukman. Karenanya, dampak penghentian kebijakan rebate ekspor dan stimulus masih menjadi tanda tanya lantaran faktor Trump juga masih belum jelas. "Namun untuk jangka pendek, harga logam-logam ini terdukung, walau tidak akan besar," tegasnya. Baca Juga: Melihat Peluang Saham Komoditas Pasca Kemenangan Donald Trump, Ini Rekomendasinya