JAKARTA. Meski pemerintah terus menaikkan tarif cukai rokok secara bertahap, namun hingga saat ini tarif cukai rokok di dalam negeri masih lebih rendah ketimbang negara lain. Alhasil, konsumsi rokok di dalam negeri masih cukup tinggi. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, saat ini rokok adalah jenis barang yang masuk dalam golongan makanan yang tingkat konsumsinya menduduki peringkat kedua setelah beras. Makanya, "Kami membikin aturan-aturan yang membatasi konsumsi, tapi tidak mematikan industrinya," jelasnya Senin (12/9). Ia menjelaskan, saat ini dalam komposisi harga rokok di Indonesia, tarif cukai rokok masih memiliki porsi rata-rata sekitar 50% atau setengah dari harga rokok. Padahal, di negara lain, porsi tarif cukai di dalam harga rokok bisa lebih tinggi. Bambang mencontohkan, di Polandia misalnya, porsi cukai rokok di dalam harga rokok mencapai 80%. "Artinya, kita masih harus terus menaikkan (cukai rokok)," katanya. Hanya saja, ia bilang kenaikan cukai rokok harus dilakukan secara bertahap. Sebab pemerintah tetap memikirkan berbagai hal seperti industri rokok, petani dan pekerja di sektor industri ini. Menurutnya, kenaikan cukai rokok tidak akan mematikan industri. Bambang bilang, untuk mengerem konsumsi di dalam negeri tanpa membatasi produksinya, bisa saja Indonesia mengekspor rokok. Hanya saja, yang menjadi masalah sampai saat ini rokok yang diproduksi Indonesia sebagian besar adalah rokok kretek. Padahal, banyak negara yang menolak ekspor rokok kretek, salah satunya Amerika Serikat. Makanya, "Selama ini rokok kretek lebih untuk konsumsi dalam negeri," ungkapnya. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PPP Zaini Rahman mengatakan pemerintah perlu menetapkan waktu berapa lama kenaikan tarif cukai ini akan bisa mengurangi produksi dan konsumsi rokok di Indonesia. "Kalau perlu tahun ini, atau satu sampai dua tahun ke depan bisa ditetapkan di angka limit atau batas angka yang mengurangi produksi dan konsumsi itu. Saya kira ini perlu ditetapkan," katanya. Catatan saja, tahun 2012 nanti, pemerintah mematok penerimaan cukai sebesar Rp 72,44 triliun atau naik 12,6% ketimbang tahun 2011. Untuk menggenjot penerimaan cukai ini, pemerintah akan menaikkan tarif rata-rata cukai hasil tembakau tahun depan rata-rata sekitar 12,2%. Selain itu, pemerintah juga akan menyederhanakan jenjang harga jual eceran dan tarif cukai rokok dari 19 golongan menjadi 12 golongan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Meski naik, tarif cukai rokok Indonesia masih lebih rendah dari negara lain
JAKARTA. Meski pemerintah terus menaikkan tarif cukai rokok secara bertahap, namun hingga saat ini tarif cukai rokok di dalam negeri masih lebih rendah ketimbang negara lain. Alhasil, konsumsi rokok di dalam negeri masih cukup tinggi. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, saat ini rokok adalah jenis barang yang masuk dalam golongan makanan yang tingkat konsumsinya menduduki peringkat kedua setelah beras. Makanya, "Kami membikin aturan-aturan yang membatasi konsumsi, tapi tidak mematikan industrinya," jelasnya Senin (12/9). Ia menjelaskan, saat ini dalam komposisi harga rokok di Indonesia, tarif cukai rokok masih memiliki porsi rata-rata sekitar 50% atau setengah dari harga rokok. Padahal, di negara lain, porsi tarif cukai di dalam harga rokok bisa lebih tinggi. Bambang mencontohkan, di Polandia misalnya, porsi cukai rokok di dalam harga rokok mencapai 80%. "Artinya, kita masih harus terus menaikkan (cukai rokok)," katanya. Hanya saja, ia bilang kenaikan cukai rokok harus dilakukan secara bertahap. Sebab pemerintah tetap memikirkan berbagai hal seperti industri rokok, petani dan pekerja di sektor industri ini. Menurutnya, kenaikan cukai rokok tidak akan mematikan industri. Bambang bilang, untuk mengerem konsumsi di dalam negeri tanpa membatasi produksinya, bisa saja Indonesia mengekspor rokok. Hanya saja, yang menjadi masalah sampai saat ini rokok yang diproduksi Indonesia sebagian besar adalah rokok kretek. Padahal, banyak negara yang menolak ekspor rokok kretek, salah satunya Amerika Serikat. Makanya, "Selama ini rokok kretek lebih untuk konsumsi dalam negeri," ungkapnya. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PPP Zaini Rahman mengatakan pemerintah perlu menetapkan waktu berapa lama kenaikan tarif cukai ini akan bisa mengurangi produksi dan konsumsi rokok di Indonesia. "Kalau perlu tahun ini, atau satu sampai dua tahun ke depan bisa ditetapkan di angka limit atau batas angka yang mengurangi produksi dan konsumsi itu. Saya kira ini perlu ditetapkan," katanya. Catatan saja, tahun 2012 nanti, pemerintah mematok penerimaan cukai sebesar Rp 72,44 triliun atau naik 12,6% ketimbang tahun 2011. Untuk menggenjot penerimaan cukai ini, pemerintah akan menaikkan tarif rata-rata cukai hasil tembakau tahun depan rata-rata sekitar 12,2%. Selain itu, pemerintah juga akan menyederhanakan jenjang harga jual eceran dan tarif cukai rokok dari 19 golongan menjadi 12 golongan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News