Meski Pembahasan Alot, Indonesia Akan Tetap Terapkan Pilar Satu Pajak Internasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah siap menerapkan dua pilar reformasi perpajakan internasional meski pembahasannya alot.

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Mekar Satria Utama mengatakan, di pilar pertama perpajakan internasional, pembahasannya masih cukup alot dan juga ada perbedaan dari banyak negara. Oleh karena itu, Indonesia akan terlebih dahulu menerapkan solusi pilar dua dalam pajak internasional tersebut.

"Kami juga masih punya perbedaan pendapat dengan banyak negara, tapi ini diharapkan pilar pertama kita akan jalankan juga kalau ini sudah selesai. Jadi kita akan mendukung dua pilar ini," ujar Toto dalam Webinar MUC Consulting, Kamis (16/2).


Baca Juga: Pemerintah Siap Melaksanakan Pilar Dua Pajak Global Tahun Depan

Mekar yang akbab disapa Toto ini menyampaikan, Indonesia akan mendapatkan semacam benefit atau keuntungan apabila menerapkan dua pilar dalam pajak internasional tersebut. Untuk itu, Indonesia sendiri akan terlebih dahulu menerapkan pilar dua yang diharapkan di tahun depan dikarenakan hanya menunggu implementation framewok yang belum terbit.

Sementara, untuk pilar satu, Toto menyebut, Indonesia masih menunggu penandatanganan multilateral convention yang direncanakan pada Juni 2023, sehingga pemerintah Indonesia bisa menyiapkan aturan pelaksanaannya.

"Kalau ini sudah ditandatangani dan Indonesia termasuk akan menandatangi itu (multilateral convention), kita akan mulai menyusun peraturan pelaksanaannya. Mudah-mudahan juga bisa di 2024, tapi mungkin lebih realistis kita akan sampai di pertengahan 2024 atau sampai akhir 2024," katanya.

Untuk diketahui, ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global.

Rencana penerapanya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.

Adapun pilar yang kedua adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan. Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal € 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%.

"Pendekatan pilar pertama ini mencoba merumuskan pendekatan yang disepakati bersama-sama, masih belum, tidak mudah katanya, masih cukup panjang pembahasan yang dilakukan," ungkap Toto.

Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak Turun 51,68% Jadi Rp 10,93 Triliun pada Januari 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat