KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati sejumlah lembaga rating menaikkan peringkat saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) lebih baik, analis belum rekomendasikan APLN sebagai salah satu pilihan investasi. Pada Jumat (4/10) lalu, Fitch Ratings menaikkan long term issuer default rating APLN dari yang semula di level CCC- menjadi CCC+. Peningkatan ini terjadi setelah APLN mempercepat pembayaran utang pasca-suntikan dana dari SSG Capital Mangement. Tidak hanya Fitch, Moodys juga memperbaiki rating APLN menjadi B2. Lewat publikasinya Fitch yakin bahwa dalam 24 bulan ke depan APLN dapat mengelola utang barunya ini. Saat ini utang APLN terdiri dari pinjaman berjangka sebesar Rp 500 miliar yang jatuh tempo pada tahun 2020 dan Rp 790 miliar yang jatuh tempo pada 2021.
Baca Juga: Sah, Agung Podomoro (APLN) Bayar Pelunasan Pokok dan Bunga Obligasi Rp 566,88 Miliar Dari segi faktor pengembangan bisnis, Fitch menilai masih terdapat prospek yang baik dari APLN. Emiten properti ini membuka Pullman Vimala Hills pada Maret 2019 serta masih akan menambah dua hotel baru di Bandung antara 12 hingga 18 bulan ke depan. Analis MNC Sekuritas, Catherina Vincentia menuturkan, APLN belum dapat direkomendasikan karena beberapa faktor. Terutama karena pendapatan yang berhasil diperoleh APLN pada tahun ini masih disokong oleh anak usaha. “Terkait dengan pembayaran utang, kenaikan rating ke CCC+ oleh Fitch masih di bawah kategori layak investasi sehingga bukan merupakan hal yang signifikan. Kenaikan laba di semester pertama 2019 ini pun masih karena laba yang diperoleh dari penjualan entitas anak,” tutur Cathy yang dihubungi Kontan.co.id, Senin (7/10). APLN berhasil mencatatkan kinerja dengan kenaikan laba bersih sebesar 132,01% yoy di semester pertama 2019. Dari segi kinerja harga saham, APLN hingga Senin (7/10) berdasarkan data RTI sudah tumbuh 51,32% sejak awal tahun. Baca Juga: Fundamental bisnis membaik, Pefindo naikkan peringkat utang Agung Podomoro Land Cathy menuturkan, APLN tergolog memiliki PER yang mahal ketimbang pesaingnya yakni 41,1 kali, dibandingkan BSDE yang memiliki PER hanya 11,97 kali. Begitupula dengan DER semester pertama 2019. APLN memiliki angka tertinggi sebesar 1,36 kali dibandingkan CTRA yang hanya 1,1 kali. Rasio-rasio inilah yang menurut Cathy akan memberatkan kinerja APLN dan membuat APLN belum layak untuk diakumulasikan. Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai, refinancing merupakan hal yang wajar bagi sebuah perusahaan. Dia menambahkan, meskipun APLN berhasil mempercepat pembayaran utang, emiten ini masih harus waspada pada tingkat EBITDA.