Meski Sedang Tertekan, Kinerja Reksadana di Semester II-2024 Akan Kembali Terangkat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana menurun. Hal ini terlihat pada penurunan nilai aktiva bersih (NAB) reksadana dan dana kelolaan atau asset under management (AUM). Kendati begitu, sejumlah analis memprediksi kinerja reksadana di semester II-2024 masih tumbuh positif dan menarik. 

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan, investasi reksadana tetap bisa menarik di semester II-2024, meskipun ada ketidakpastian dalam pasar karena prospek reksadana saham diproyeksikan akan menguat. 

Reza bilang, adanya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed dapat memberikan dorongan positif terhadap pasar saham. Namun, perlu diversifikasi untuk memitigasi risiko. Selain itu, dia menilai, stabilitas atau penurunan suku bunga juga dapat mendukung reksadana obligasi.


Reza memperkirakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai level 7.500-7.800 hingga akhir tahun 2024. Tak hanya itu, reksadana pendapatan tetap juga masih menunjukkan prospek yang baik, terutama dengan penurunan suku bunga yang dapat meningkatkan nilai obligasi.

“Untuk itu, kami Henan Asset akan tetap memantau perkembangan pasar dan kondisi ekonomi secara keseluruhan untuk mengelola risiko investasi,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (23/7). 

Baca Juga: BEI Berencana Memperluas Underlying Waran Terstruktur ke IDX80

Secara keseluruhan, Reza menjelaskan bahwa Henan Putihrai Asset Management memiliki prinsip yang berpegang pada strategi long bias dan terus memantau fundamental di setiap emiten dengan seksama. 

“Namun kami juga menerapkan pendekatan yang multi-strategy dan memastikan ketangkasan dalam menyesuaikan keadaan pasar,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, Reza memprediksi, untuk semester II 2024, investasi di sektor-sektor seperti infrastruktur, teknologi, dan konsumer menunjukkan prospek yang positif, didorong oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang stabil dan kebijakan pemerintah yang mendukung. 

Menurut dia, investasi di sektor-sektor tersebut menawarkan peluang menarik, terutama dalam konteks pembangunan dan digitalisasi.

Baca Juga: Wall Street Turun di Awal Perdagangan Selasa (23/7) Fokus Pasar di Sektor Teknologi

Reksadana Pendapatan Tetap Tumbuh Positif di Semester II-2024

Selaras dengan hal ini, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Ezra Nazula justru memprediksi, prospek reksadana pendapatan tetap memiliki katalis yang positif dan akan lebih suportif di paruh kedua tahun ini. 

Hal tersebut ditopang oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga Fed AS yang akan dilanjutkan dengan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). 

Inflow aliran dana asing juga diperkirakan akan terjadi dengan harapan nilai tukar rupiah akan lebih stabil dan cenderung menguat setelah Fed AS memotong suku bunganya,” kata Ezra kepada Kontan.co.id, Selasa (23/7). 

Menurut dia, investor saat ini bisa mengambil investasi di instrumen jangka pendek karena suku bunga masih cukup tinggi dan banyak ketidakpastian salah satunya Pilpres AS. Namun, Ezra bilang, apabila the Fed sudah melakukan pemangkasan suku bunganya, maka m investasi di reksadana pendapatan tetap menarik untuk dikoleksi. 

Baca Juga: Ramai-Ramai Sekuritas Mulai Memangkas Target IHSG di Akhir 2024

Untuk diketahui, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NAB reksadana terus mengalami penurunan sejak tahun 2021. Pada 2022, NAB turun 12,40% menjadi Rp 508,18 triliun dan di 2023 turun 0,63% menjadi Rp 504,94 triliun. Tahun ini, hingga Mei 2024, penurunan sudah mencapai 3,72% menjadi menjadi Rp 485,77 triliun.

Begitu juga dengan dana kelolaan atau AUM. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada tahun 2021 menyebut total AUM industri sebesar Rp 826,70 triliun. 

Pada tahun 2022, nilai AUM turun 3,56% secara tahunan (YoY) menjadi 797,31 triliun, dan pada tahun 2023 kembali terkoreksi 0,44% YoY menjadi Rp 793,78 triliun. Sepanjang tahun berjalan ini KSEI mencatat penurunan AUM sebesar 0,13% menjadi Rp 787,65 triliun hingga Juni 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati