Meski Sudah Diputihkan, 2,4 Juta Ha Lahan Sawit Terancam Berhenti Produksi Imbas UUCK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seluas 2,4 juta hektar lahan sawit terancam berhenti produksi imbas program pemutihan lahan sawit melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). 

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai program itu tidak menguntungkan industri sawit. Pasalnya dari total 3,4 juta ha lahan yang terindikasi masuk di kawasan hutan, sebanyak 2,4 juta ha di antaranya masuk pada pasal 110 B. 

Dalam belaid itu, ia menjelaskan, kebun sawit yang masuk kawasan hutan dan tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) harus mengembalikan lahan tersebut kepada dengan dalam satu daur. Untuk diketahui, satu daur perkebunan sawit adalah 25 tahun. 


Baca Juga: Dana Peremajaan Sawit Dinaikkan Dua Kali Lipat Rp 60 Juta Per Hektare Mulai Mei

"Jadi kalau misalnya lahan itu sudah berjalan 15 tahun, berarti tinggal 10 tahun lagi umurnya, sementara satu daur itu 25 tahun. Artinya 10 tahun lagi harus dikembalikan ke negara," jelas Eddy dalam agenda Halal Bihalal Gapki di Jakarta, Selasa (29/4). 

Eddy mengatakan, mayoritas kebun sawit dalam negeri ditanam pada 2005 hingga 2007. Dengan demikian, 2,4 juta lahan dengan rata-rata tingkat produksi 3 juta ton per hektar hanya bisa berproduksi maksimal delapan tahun sisa masa satu daurnya. 

"Kalau kita rata-ratakan punya produksi minyak sawit per hektar 3 ton, maka tinggal kalikan saja 2,4 juta. itu potensi yang akan hilang untuk berproduksi," ungkapnya. 

Selain itu, pelaku usaha ataupun pekebun yang lahannya diklaim masuk kawasan hutan juga akan dikenai denda sekitar Rp 100 juta-Rp 130 juta per hektar. 

Padahal, menurutnya setiap pelaku usaha ataupun pekebun sebetulnya sudah memiliki berbagai izin setidaknya izin lokasi atau Izin Usaha Perkebunan (IUP) bahkan HGU. Sementara pekebun biasa banyak yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). 

Eddy mengingatkan bahwa industri sawit ini merupakan salah satu penyumbang devisa terbanyak. Selain itu, tenaga yang diserap oleh industri sawit juga lebih dari 16 juta orang. 

Artinya banyak hajat dari masyarakat yang dipertaruhkan melalui kebijakan ini. Ia khawatir hal ini justru akan menimbulkan konflik sosial ke depanya. 

"Ini yang saya khawatirkan akan terjadi konflik horizontal pada waktunya nanti jika dikenakan pasal 110 B dan tenggat waktunya sisa 5 tahun waktu daur misalnya," kata Eddy. 

Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) lahan sawit manargetkan pelaporan perkembangan legalisasi lahan sawit yang masuk kawasan hutan ini rampung pada September 2024. 

Baca Juga: Ombudsman Minta KLHK Tunda Batas Persyaratan Izin Pengusaha Sawit di Kawasan Hutan

Ketua Tim Satuan Pelaksana Pengawasan Dan Pengendalian Implementasi UU Cipta Kerja, Satgas Sawit, Bambang Hendroyono mengatakan total perusahaan yang sudah mengajukan pemutihan lahan mencapai 365 perusahaan. 

"Target kami 2.130 perusahaan sawit, dan 1,493 dari masyarakat," jelas Bambang dalam dalam Rakornas Rencana Aksi Perkebunan Sawit Berkelanjutan, Kamis (28/3). 

Asal tahu saja, pemerintah berencana memutihkan atau melegalkan 3,4 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang selama ini berada di kawasan hutan. 

Langkah ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola industri sawit yang sebelumnya dianggap tidak teratur. Dengan pemutihan ini, luas perkebunan sawit yang dimiliki perusahaan, koperasi, dan masyarakat akan jelas statusnya dan mereka menjadi patuh terhadap hukum dan kewajiban pajak. 

Pemutihan dilakukan sebagai upaya penyelesaian masalah kebun sawit yang sesuai dengan mekanisme Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta Kerja. Masalah itu terkait dengan izin lokasi dan hak guna usaha perkebunan sawit yang sering tumpang tindih dengan kawasan hutan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .