JAKARTA. Harga batubara terkoreksi seiring melemahnya harga minyak mentah dunia. Meski demikian, tren harga dalam jangka panjang diperkirakan masih menguat lantaran ancaman penurunan permintaan kini mulai memudar.Mengutip Bloomberg, Senin (20/3), harga batubara kontrak pengiriman April 2017 di ICE Future Exchange tergerus 0,97% ke level US$ 81,45 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Namun, dalam sepekan terakhir, harganya masih menanjak 0,55%.Analis PT Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar mengatakan, prospek harga batubara sebenarnya masih positif. Tetapi, saat ini batubara memang ikut terseret penurunan harga minyak mentah dunia.
Pergerakan harga batubara dalam jangka panjang masih mendapat dukungan dari upaya pembatasan produksi di China. Pada awal bulan ini, Perdana Menteri Li Keqiang melaporkan pengurangan kapasitas pembangkit listrik batubara kepada sekitar 3.000 perwakilan dari seluruh negara. Dalam laporannya, prospek pengurangan kapasitas energi batubara menjadi fokus reformasi ekonomi China tahun 2017. Hal ini tentu disertai dengan pengurangan produksi tambang batubara. Beberapa tambang baru mungkin sulit untuk mendapatkan izin produksi. Dengan demikian, turunnya permintaan batubara China dapat diimbangi dengan penurunan produksi. Di saat China berusaha mengurangi kebutuhan batubara, permintaan Korea Selatan terus tumbuh. "Jepang juga berkomitmen untuk mengembangkan batubara sebagai alternatif energi ramah lingkungan," papar Deddy. Sementara itu, Amerikat Serikat (AS) yang sebelumnya cukup gigih melawan penggunaan batubara di bawah pemerintahan Presiden Barrack Obama kini justru berbalik arah. Presiden AS, Donald Trump telah menyiapkan kebijakan untuk menyelamatkan industri batubara dalam negeri. "Batubara berpotensi tetap memberikan kontribusi sebesar 27% bagi tenaga listrik AS hingga tahun 2030," paparDeddy.
Deddy menyebut, masih banyak negara yang bergantung pada batubara sebagai bahan pembangkit listrik. Sebut saja Australia, di mana pembangkit listrik batubara mencapai 90% dari total kebutuhan energi. Lalu di Jerman, kebutuhan pembangkit listrik batubara mencapai 30% dari seluruh kebutuhan energi. Beberapa negara memang mulai mengembangkan dan menambah tenaga pembangkit listrik dari energi alternatif mulai dari gas alam, solar hingga tenaga angin. Hal tersebut tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pergerakan batubara. "Namun harus kita ingat juga, negara-negara berkembang masih menggunakan batubara sebagai pembangkit listrik," tutur Deddy. Ancaman yang lebih besar bagi laju batubara justru pergerakan harga minyak mentah dunia. Apalagi, untuk tren harga dalam jangka pendek. Hingga akhir semester pertama 2017, Deddy memperkirakan, harga batubara akan bergulir pada kisaran US$ 70-US$ 84 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini