Meski yield turun, reksadana terproteksi masih dinilai menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor pada reksadana terproteksi tetap tinggi meski yield dalam tren menurun seiring penurunan suku bunga acuan.  Secara rata-rata tawaran imbal hasil pasti dari reksadana terproteksi masih analis nilai tinggi dan menjadi daya tarik utama. 

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan saat ini yield Surat Utang Negara (SUN) seri acuan memang dalam tren menurun. Namun, reksadana terproteksi yang mayoritas memiliki aset berupa surat utang korporasi akan tetap menawarkan yield yang lebih tinggi dari SUN. 

Wawan mencatat rata-rata yield dari obligasi korporasi dengan rating AAA (tripel) mendekati 7%. Sementara, yield obligasi korporasi dengan rating BBB (tripel) berada di 13%. Sedangkan, obligasi korporasi dengan rating A (single) bisa memberikan yield sekitar 10%. "Di tengah kondisi pasar keuangan yang belum stabil tawaran dari reksadana terproteksi tentu saja menarik," kata Wawan.


Baca Juga: Eastspring Indonesia ekspektasikan volatilitas pasar akan terjadi hingga akhir tahun

Senada, Head of Business Development Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi mengatakan meski yield SUN acuan cenderung menurun, minat investor pada reksadana terproteksi tetap tinggi karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dari pasar saham dan pasar uang saat ini. Selain itu, reksadana terproteksi juga tetap menjadi favorit bagi investor ritel dan institusi yang fokus pada aset obligasi. 

"Penerbitan reksadana terproteksi di HPAM cukup meningkat karena banyak kebutuhan dari investor institusi yang shifting dari equity ke reksadana ini," kata Reza. Rata-rata imbal hasil yang HPAM tawarkan dalam produk reksadana terproteksi saat ini berkisar 6,5%-8%. 

Namun, Wawan menyarankan investor harus tetap mencermati risiko dari reksadana terproteksi yang mayoritas memiliki aset obligasi korporasi. Apalagi di tengah pandemi dan pelemahan ekonomi beberapa obligasi korporasi di tahun ini mulai ada yang gagal bayar maupun telat membayar. 

Selain mencermati penerbit dari obligasi korporasi yang dijadikan aset reksadana terproteksi, Wawan juga menyarankan investor untuk mencermati manajer investasi yang menawarkan reksadana tersebut. "Manajer investasi dengan permodalan kuat cenderung lebih aman karena mereka mampu menyerap bila terjadi gagal bayar obligasi, sehingga investor reksadana terproteksi tidak merugi," kata Wawan. 

Baca Juga: IHSG menghijau, semua reksadana berkinerja moncer dalam sepekan

Di satu sisi, pandemi memberi tantangan baru bagi manajer investasi dalam mencari obligasi korporasi yang berkualitas. Namun, Reza mengatakan HPAM tidak mengalami kesulitan tersebut. HPAM fokus memilih obligasi korporasi dengan rating minimum single A yang suplainya cukup banyak di pasarkan. 

Sekedar informasi, Wawan mencatat hingga  Oktober 2020  jumlah reksadana terproteksi mencapai 664 produk. Jumlah ini menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 723 produk. 

Meski produk reksadana terproteksi berkurang, dana kelolaan reksadana terproteksi tetap tumbuh mencapai Rp 145,2 triliun per September. Sementara, dana kelolaan reksadana terproteksi di Oktober 2019 mencapai Rp 143,7 triliun. 

Wawan mengatakan jumlah produk reksadana terproteksi yang berkurang tetapi dana kelolaan naik berarti menunjukkan produk reksadana terproteksi baru memiliki nilai penerbitan besar. 

Selanjutnya: Laba reksadana syariah periode 3 tahun masih alhamdulillah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi