Mewaspadai profit taking harga timah



JAKARTA. Akhir pekan lalu, harga timah naik ke level tertinggi dalam 11 bulan terakhir. Mengutip Bloomberg, Jumat (4/3), harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange melesat 3,36% ke US$ 17.025 per metrik ton.

Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures, sentimen positif membalut timah. Setelah pengurangan produksi, termasuk Indonesia, stok timah di LME menipis.

Hingga 1 Maret 2016, stok timah Februari 2016 menyusut 5,2% menjadi 3.655 metrik ton, terendah sejak November 2008. "Faktor positif dengan pengurangan pasokan yang tersedia," kata Andri.


Apalagi, suplai timah global per tahun hanya sekitar 360.000 metrik ton. Stok timah semakin ketat dengan pengurangan produksi. Sepanjang 2015, Indonesia mengekspor total 70.155 ton, terendah sejak 2008.

Sementara, permintaan timah kembali menggeliat. Harga diprediksi melanjutkan penguatan hari ini. Hanya saja memang harus mengantisipasi neraca perdagangan dan inflasi China Februari 2016. Jika neraca perdagangan turun, koreksi harga hanya sementara.

Pasar kembali pada fundamental timah yang kokoh. Bayang-bayang negatif yang bisa menjegal harga dari tingginya eksplorasi timah di Myanmar. Sepanjang 2016, Myanmar siap melepas 24.000 metrik ton ke pasar global.

"Meski dari Indonesia terjadi pengurangan produksi, Myanmar bisa mengikis kekosongan itu," papar Andri. Impor timah China dari Myanmar naik 239% pada Januari 2016 ke 72.436 metrik ton dibanding Januari 2015. Pasar menanti perkembangan lanjutan dari produksi timah Myanmar dan UU Minerba Indonesia.

Andri menduga, hari ini waspada profit taking di US$ 16.920 – US$ 17.200 per metrik ton dan US$ 16.830 – US$ 17.160 per metrik ton sepekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie