KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber penyediaan listrik dapat menjadi salah satu strategi mencapai swasembada energi Indonesia. Potensi energi terbarukan sangat besar tetapi belum termanfaatkan secara optimal, khususnya di daerah pedesaan. Data Kementerian ESDM per November 2024, ada sekitar 86 desa yang belum memiliki akses listrik. Sehingga, pembangunan pembangkit listrik terbarukan sesuai potensi energi setempat dan dedieselisasi, pembangunan jaringan distribusi dan terisolasi serta pengembangan listrik pedesaan harus didorong. Menurut Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan di Indonesia sebesar mencapai 3.686 GW. Bahkan kajian IESR tahun 2022 mengindikasikan adanya potensi energi terbarukan mencapai lebih dari 7.800 GW, dengan lebih dari 75% merupakan sumber energi surya.
Penggunaan listrik terbarukan juga dapat mendukung penurunan impor energi dan mendukung tercapainya target stok infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan teknologi digital harus didorong. Tetapi , kendalanya adalah permbiayaannya sangat besar, termasuk pembangunan infrastruktur listrik di pedesaan. Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas, Ervan Maksum mengatakan, untuk mencapai target transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN atau APBD. Transisi energi perlu pembiayaan alternatif dari non pemerintah dan melibatkan modal swasta.
Baca Juga: Kemajuan Teknologi Dinilai Dapat Tekan Emisi Karbon Secara Signifikan Untuk itu, kata dia, pemerintah menyiapkan kerangka regulasi dan kebijakan untuk memobilisasi pendanaan dan investasi swasta tersebut. “Salah satu inisiatif yang dapat ditawarkan adalah penggunaan dana ESG yang diarahkan mendukung proyek energi terbarukan di desa, sebagai kewajiban perusahaan untuk menurunkan emisi karbon dari aktivitas bisnisnya,” kata Ervan, Jumat (23/11). Sementara itu, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas, Taufiq Hidayat Putra, menyebut bahwa perencanaan sektor ketenagalistrikan di Indonesia mencakup akses listrik yang berkualitas, tidak hanya ke industri, tapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama di desa. Ia menyatakan, masyarakat dese harus dipastikan bisa menikmati listrik yang bersih, aman dan terjangkau dengan potensi energi terbarukan di daerah masing-masing. Dengan listrik yang berkualitas, masyarakat desa bisa menerima berbagai manfaat di berbagai bidang. “Untuk menghasilkan listrik di desa, tantangan spatial mismatch antara lokasi sumber energi terbarukan listrik dengan lokasi pusat industri dan kegiatan ekonomi, perlu dijawab melalui perencanaan yang holistik, integratif, dan komprehensif dengan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik yang terintegrasi dengan rencana pembangunan pembangkit listrik terbarukan,” kata Taufiq. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai bahwa pemerintah perlu mempersiapkan peta jalan transisi energi dengan pilihan biaya yang paling murah, menjamin kehandalan pasokan yang optimal, dan berkeadilan. Menurut Fabby, lewat transisi energi terbarukan Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi GRK yang selaras dengan target 1,5 derajat celcius yang disasar oleh Persetujuan Paris.
Baca Juga: Berebut Pasar Ekspor Listrik Hijau ke Singapura “Menyediakan listrik yang terjangkau dan bersih di daerah perdesaan dan 3T sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan setempat untuk mengganti 3 GW PLT Diesel. Dengan ini, akses listrik jadi lebih merata dan penurunan emisi dan biaya penyediaan tenaga listrik dapat terjadi,” jelasnya. Untuk meningkatkan daya tarik bagi investor, Deni Gumilang, Project Lead Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE for SEA) di Indonesia menggarisbawahi pentingnya pengembangan instrumen policy derisking yang bertujuan untuk memitigasi risiko transaksi, mengingat tantangan dalam kebijakan dan regulasi masih dianggap sebagai hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Selain itu, kata dia, instrumen mitigasi risiko keuangan juga perlu dikembangkan secara paralel untuk menciptakan momentum yang memungkinkan optimalisasi penyaluran pendanaan dari para investor, guna mendorong pertumbuhan pasar energi terbarukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk