JAKARTA. Sukuk ritel (sukri) SR-006 yang menawarkan imbalan 8,75% diprediksi bakal membetot animo investor. Maka itu, meski belum terbit, sejumlah manajer investasi sudah berancang-ancang menjadikan surat utang syariah ini sebagai aset dasar atau underlying asset produk reksadana.Salah satu manajer investasi yang berniat menjadikan SR-006 sebagai aset dasar reksadana adalah BNI Asset Management (BNI AM). Hanif Mantiq, Senior Fund Manager BNI AM mengungkapkan SR-006 ini akan dibalut dalam produk reksadana terproteksi milik mereka. "Nilai kuponnya masih inline dengan target kami," kata Hanif.Sebelumnya, BNI AM sudah mempunyai produk reksadana yang salah satu aset dasarnya sukuk ritel seri SR-003, bernama BNIS Proteksi XXIV. Produk yang terbit sejak 23 September 2011 ini mampu memberikan imbal hasil mencapai 18,5%, sudah termasuk pembayaran kupon (all in) sejak penerbitan sukuk ritel tersebut.Kinerja produk berbasis sukuk ritel ini boleh dibilang cukup bagus. Maklum, sepanjang 2013 lalu, produk reksadana pendapatan tetap beraset dasar obligasi pemerintah justru terkoreksi.Sjane Like Kaawoan, Direktur Trimegah Asset Management mengatakan, imbal hasil SR-006 sangat menarik karena lebih tinggi 25 basis poin dari kupon obligasi negara ritel (ORI) seri 010.Selain itu, sukuk ritel SR-006 memberikan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dari rata-rata bunga deposito yang sebesar 7,5%. Insentif pajaknya juga lebih besar. "SR-006 masih menarik jika dijadikan underlying asset reksadana," kata dia.TRIM pernah memiliki produk reksadana berbasis sukuk ritel, yakni Reksadana TRIM Syariah Terproteksi Prima II yang jatuh tempo pada 27 Februari 2012. Sayangnya, ia enggan menuturkan kinerja reksadana itu. Yang jelas, Trimegah berniat membundel sukuk ritel seri SR-006 di dalam produk baru reksadana terproteksi.PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) belum menyatakan minatnya untuk membungkus surat utang syariah ini dalam produk reksadananya. "Tergantung adanya kebutuhan pasar untuk berinvestasi di reksadana berbasis sukri tersebut," ucap Maudly R. Makmur, Sekretaris Perusahaan MMI.Namun, ia memandang, potensi reksadana yang berinvestasi pada efek obligasi saat ini cukup menarik lantaran ada insentif pajak atas pendapatan kuponnya.Menurut Hanif dan Mauldy, membeli produk reksadana berbasis SR-006 juga lebih menguntungkan ketimbang membeli surat utang itu secara langsung. Maklum, pajak atas kupon bunga obligasi untuk reksadana cuma 5%. Sedangkan, jika investor membeli efek obligasi, pajak yang dikenakan sebesar 15%.Selain pajak yang lebih kecil, Hanif mengatakan, keuntungan produk reksadana, lebih mudah dijual kembali ketimbang sukri.Analis Infovesta Utama, Viliawati menilai, belum banyak manajer investasi yang menjadikan sukuk ritel sebagai aset dasar produk reksadana. Alasannya, likuiditas sukuk ritel tidak sebesar obligasi konvensional pemerintah. Pembelian sukuk ritel juga dibatasi. Manajer investasi yang ingin membundel sukuk ritel dalam produk reksadana mesti membelinya di pasar sekunder. Dari data Infovesta, ada sekitar tujuh produk reksadana yang beraset dasar obligasi syariah alias sukuk. Namun, porsi sukuk ritel dalam produk itu cukup mini. "Komposisi sukuk ritel biasanya hanya 10%. Sisanya sukuk korporasi ataupun pemerintah," kata Viliawati. Dia menyebutkan, kinerja reksadana pendapatan tetap beraset sukuk ini tergolong belum agresif. Rata-rata kinerjanya kebanyakan berada di bawah reksadana pendapatan tetap konvensional. Apalagi, ketika pasar obligasi tengah bullish, biasanya kinerja obligasi konvensional selalu terlihat lebih berisi. "Namun, ketika pasar obligasi sedang memburuk, sukuk biasanya akan lebih defensif," ujar Viliawati. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
MI bundel SR-006 di produk reksadana
JAKARTA. Sukuk ritel (sukri) SR-006 yang menawarkan imbalan 8,75% diprediksi bakal membetot animo investor. Maka itu, meski belum terbit, sejumlah manajer investasi sudah berancang-ancang menjadikan surat utang syariah ini sebagai aset dasar atau underlying asset produk reksadana.Salah satu manajer investasi yang berniat menjadikan SR-006 sebagai aset dasar reksadana adalah BNI Asset Management (BNI AM). Hanif Mantiq, Senior Fund Manager BNI AM mengungkapkan SR-006 ini akan dibalut dalam produk reksadana terproteksi milik mereka. "Nilai kuponnya masih inline dengan target kami," kata Hanif.Sebelumnya, BNI AM sudah mempunyai produk reksadana yang salah satu aset dasarnya sukuk ritel seri SR-003, bernama BNIS Proteksi XXIV. Produk yang terbit sejak 23 September 2011 ini mampu memberikan imbal hasil mencapai 18,5%, sudah termasuk pembayaran kupon (all in) sejak penerbitan sukuk ritel tersebut.Kinerja produk berbasis sukuk ritel ini boleh dibilang cukup bagus. Maklum, sepanjang 2013 lalu, produk reksadana pendapatan tetap beraset dasar obligasi pemerintah justru terkoreksi.Sjane Like Kaawoan, Direktur Trimegah Asset Management mengatakan, imbal hasil SR-006 sangat menarik karena lebih tinggi 25 basis poin dari kupon obligasi negara ritel (ORI) seri 010.Selain itu, sukuk ritel SR-006 memberikan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dari rata-rata bunga deposito yang sebesar 7,5%. Insentif pajaknya juga lebih besar. "SR-006 masih menarik jika dijadikan underlying asset reksadana," kata dia.TRIM pernah memiliki produk reksadana berbasis sukuk ritel, yakni Reksadana TRIM Syariah Terproteksi Prima II yang jatuh tempo pada 27 Februari 2012. Sayangnya, ia enggan menuturkan kinerja reksadana itu. Yang jelas, Trimegah berniat membundel sukuk ritel seri SR-006 di dalam produk baru reksadana terproteksi.PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) belum menyatakan minatnya untuk membungkus surat utang syariah ini dalam produk reksadananya. "Tergantung adanya kebutuhan pasar untuk berinvestasi di reksadana berbasis sukri tersebut," ucap Maudly R. Makmur, Sekretaris Perusahaan MMI.Namun, ia memandang, potensi reksadana yang berinvestasi pada efek obligasi saat ini cukup menarik lantaran ada insentif pajak atas pendapatan kuponnya.Menurut Hanif dan Mauldy, membeli produk reksadana berbasis SR-006 juga lebih menguntungkan ketimbang membeli surat utang itu secara langsung. Maklum, pajak atas kupon bunga obligasi untuk reksadana cuma 5%. Sedangkan, jika investor membeli efek obligasi, pajak yang dikenakan sebesar 15%.Selain pajak yang lebih kecil, Hanif mengatakan, keuntungan produk reksadana, lebih mudah dijual kembali ketimbang sukri.Analis Infovesta Utama, Viliawati menilai, belum banyak manajer investasi yang menjadikan sukuk ritel sebagai aset dasar produk reksadana. Alasannya, likuiditas sukuk ritel tidak sebesar obligasi konvensional pemerintah. Pembelian sukuk ritel juga dibatasi. Manajer investasi yang ingin membundel sukuk ritel dalam produk reksadana mesti membelinya di pasar sekunder. Dari data Infovesta, ada sekitar tujuh produk reksadana yang beraset dasar obligasi syariah alias sukuk. Namun, porsi sukuk ritel dalam produk itu cukup mini. "Komposisi sukuk ritel biasanya hanya 10%. Sisanya sukuk korporasi ataupun pemerintah," kata Viliawati. Dia menyebutkan, kinerja reksadana pendapatan tetap beraset sukuk ini tergolong belum agresif. Rata-rata kinerjanya kebanyakan berada di bawah reksadana pendapatan tetap konvensional. Apalagi, ketika pasar obligasi tengah bullish, biasanya kinerja obligasi konvensional selalu terlihat lebih berisi. "Namun, ketika pasar obligasi sedang memburuk, sukuk biasanya akan lebih defensif," ujar Viliawati. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News