MI jual KIK-EBA dalam reksadana



JAKARTA. Produk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) saat ini memang belum mampu menarik hati investor ritel. Karena itu, para pelaku pasar modal melakukan inovasi produk ini dengan harapan investor yang koceknya tak terlampau tebal tertarik berinvestasi di instrumen derivatif ini.

Head of Marketing and Sales Danareksa Investment Management Dyah Sofiyanti menuturkan, saat ini sebenarnya perkembangan produk KIK-EBA cukup baik. Hal itu terlihat dari mulai membesarnya minat investor institusi menanamkan investasinya di produk beraset kredit perumahan rakyat (KPR) ini.

Dyah bilang, dalam penerbitan KIK-EBA tahap tiga akhir tahun lalu, sekitar 65% porsi KIK-EBA yang ditawarkan diserap investor institusi. Sementara sisanya diserap PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai pembeli siaga alias stand by buyer.


Namun saat ini belum banyak investor ritel yang memanfaatkan produk investasi derivatif ini sebagai sarana membiakkan duit. Padahal, KIK-EBA menjanjikan keuntungan yang menggiurkan dengan risiko relatif rendah. Selama ini, Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) selalu memberi peringkat AAA untuk produk KIK-EBA.

Tapi, Dyah menuturkan, ke depan investor ritel akan semakin tertarik berinvestasi di instrumen ini. "Sebab perkembangan terakhir, ada manajer investasi yang berniat mengemas KIK-EBA dalam bentuk reksadana terproteksi," tutur Dyah, akhir pekan lalu.

Dia tak bersedia membeberkan identitas perusahaan manajer investasi yang berniat mengeluarkan reksadana terproteksi dengan aset dasar KIK-EBA tersebut. Namun ia menyebutkan, ada manajer investasi yang ikut membeli KIK-EBA saat penawaran produk ini akhir tahun lalu.

Pasar sekunder sepi

Sekadar informasi, saat ini baru Mandiri Manajemen Investasi (MMI) yang mengeluarkan produk reksadana berbasis KIK-EBA, yaitu Mandiri Investa Terproteksi Pendapatan Berkala Seri 6 (Manivest 6).

Produk reksadana ini akan jatuh tempo 2019 dan memberi imbal hasil sekitar 10%. Namun karena aset dasarnya adalah KPR, ada kemungkinan reksadana ini jatuh tempo lebih cepat, yaitu di 2013. Imbal hasilnya pun akan turun menjadi 8%.

Investor juga akan lebih mudah mengakses KIK-EBA bila dikemas dalam produk reksadana. Maklum saja, investor masih kesulitan memperoleh produk ini di pasar sekunder. "Likuiditas di pasar sekunder masih belum besar, apalagi kalau dibandingkan instrumen saham atau obligasi," ujar Wawan Hendrayana, Analis Infovesta Utama.

Wawan menilai, SMF sebagai koordinator penerbitan KIK-EBA juga tidak melepas SMF yang mereka beli ke pasar sekunder. "Memang pembeli sepertinya lebih senang menyimpan sampai jatuh tempo," kata Wawan. Maklum saja, KIK-EBA memang memberikan imbal hasil yang cukup tinggi.

Hingga saat ini KIK-EBA telah tiga kali terbit. Pada penerbitan pertama di 2009 silam, Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai originator alias pemilik aset melepas aset senilai Rp 100 miliar untuk dijadikan KIK-EBA.

Masih di tahun yang sama, KIK-EBA tahap dua dipasarkan, dengan nilai total Rp 400 miliar. "Jadi total di 2009 emisinya sekitar Rp 500 miliar," papar Dyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini