JAKARTA. Kalangan pelaku industri reksadana keberatan bila pemerintah menaikkan pajak penghasilan (PPh) menjadi 15% atas bunga obligasi sebagai aset dasar instrumen reksadana, mulai 2014 nanti. Saat ini tarif PPh ini hanya 5%. Mereka menilai, kenaikan pajak ini akan menghambat pertumbuhan industri reksadana di dalam negeri. Direktur Utama BNI Asset Managament, Idhamshah Runizam mengatakan, dana kelolaan reksadana di Indonesia masih minim, hanya sekitar 3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Nilai tersebut masih kecil dibandingkan dana kelolaan reksdana di negara-negara dalam satu kawasan yang sudah lebih dari 10% dari total PDB. "Kami khawatir apabila pajak dinaikkan menjadi 15%, maka investor akan mencari instrumen lain dengan pajak yang lebih rendah," kata Idhamshah, Rabu (4/7).
Sesuai, Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009 tentang PPh atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi, pajak bunga obligasi di reksadana akan naik menjadi 15% di tahun 2014. Sebelumnya, pajak ini dikenakan sebesar 5%. Menurut Idhamshah, pelaku industri masih membutuhkan insentif agar industri reksadana tetap berkembang. Dia meminta agar kenaikan pajak dibatalkan dan tetap diberlakukan 5%. "Kalau kami minta agar bisa diberlakukan 5% seterusnya," kata dia. Fadlul Imamsyah, Vice President of Investment CIMB Principal Asset Management mengatakan hal senada. Pihaknya mengusulkan agar insentif pajak tetap diberlakukan di industri reksadana. Sebab, jika kenaikan pajak diberlakukan akan membuat produk reksadana, terutama reksadana pendapatan tetap dan terproteksi menjadi kurang menarik. Sebagaimana diketahui, mayoritas aset dasar kedua instrumen itu diputar di obligasi. Return yang diperoleh instrumen tersebut menjadi kurang kompetitif apabila dibandingkan dengan deposito. Apalagi, kenaikan inflasi mengakibatkan tekanan pada yield obligasi sehingga return menjadi semakin tipis. Padahal, bunga deposito terus bergerak naik seiring kenaikan suku bunga acuan (BI rate). Saat ini, porsi total dana kelolaan reksadana pendapatan tetap dan terproteksi di CIMB Principal sekitar Rp 1,2 triliun. Nilai tersebut mencapai 50% dari total dana kelolaan yang sebesar Rp 2,4 triliun. Nilai tambah Direktur Emco Asset Management, Hans Kwee mengatakan, insentif pajak selama ini menjadi nilai tambah bagi investor yang membeli reksadana pendapatan tetap dan terproteksi. Dengan adanya kenaikan pajak menjadi 15% maka reksadana menjadi kurang menarik karena pajak yang dikenakan sama jika investor membeli obligasi secara langsung. Hans menghitung, investor reksadana bisa mendapatkan keuntungan sekitar 6,65% jika menempatkan dana di reksadana yang memiliki aset dasar obligasi dengan kupon 7%. Estimasi tersebut mempertimbangkan pajak yang dikenakan sebesar 5%.
Keuntungan itu lebih tinggi ketimbang investor masuk dan membeli obligasi secara langsung yang dikenakan pajak 15%. Dengan pajak sebesar 15%, investor akan mendapatkan keuntungan 5,95% setelah dipotong pajak. "Hitungan kasarnya, jika beli di manajer investasi hanya dikenakan potongan pajak 5% plus management fee sekitar 1%-2% sehingga ada keuntungan lebih," ujar Hans. Rencana kenaikan pajak tersebut dikhawatirkan akan membuat dana kelolaan reksadana semakin menipis. Sebab, keuntungan yang diperoleh investor pemegang reksadana menjadi berkurang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengusulkan kepada pemerintah untuk menunda kenaikan pajak tersebut setidaknya hingga 2020. Robinson Simbolon, Dewan Komisioner OJK Bidang Pengawas Pasar Modal I mengatakan, pihaknya telah meminta kepada pemerintah agar tetap diberikan fasiltas insentif pajak. "Saat ini sedang koordinasi. Intinya kami ingin ditunda dengan angka pajak tetap 5%. Kalau kami minta fasilitas insentif ini bisa berlaku seumur hidup," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini