MI minat racik produk syariah isi efek asing



JAKARTA. Sejumlah manajer investasi merespons baik rencana pemerintah memperbesar porsi efek asing pada portofolio reksadana syariah. Salah satunya, PT Aberdeen Asset Management yang berniat menerbitkan reksadana syariah berbasis efek asing.

"Kami akan merilis produk tersebut setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan yang membolehkan reksadana berbasis efek asing," ujar Presiden Direktur PT Aberdeen Asset Management Sigit Wiryadi, Kamis (23/4).

Asal tahu saja, OJK tengah menggodok aturan penerbitan reksadana syariah. Aturan itu menyebutkan manajer investasi bisa menerbitkan reksadana syariah berbasis efek syariah luar negeri. Ketentuannya, produk wajib memiliki komposisi portofolio asing minimal 85% dari nilai aktiva bersih (NAB).


Efek syariah luar negeri  merupakan efek syariah yang diterbitkan, ditawarkan, dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek luar negeri. Rencananya, beleid ini terbit pada semester I-2015. Selama ini, aturan reksadana efek asing menyebutkan reksadana bisa memutar hingga 15% aset pada efek asing. Khusus reksadana terproteksi, porsi efek asing bisa mencapai 30%.

Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, aturan tersebut guna memenuhi permintaan pasar yang menginginkan porsi asing dalam reksadana lebih besar. "Produk reksadana yang ada saat ini dinilai masih kurang banyak, sehingga pasar menginginkan bisa berinvestasi di 100% efek asing sebagai alternatif," ujarnya.

Selain itu, beleid anyar ini diharapkan bisa menahan lebih lama dana asing yang masuk ke pasar modal Indonesia. Dus, aliran dana investor asing yang menjadi pemicu fluktuasi bursa saham domestik menjadi lebih bertahan.

Aset lebih beragam

Aberdeen Asset Management sudah siap mengelola reksadana berbasis efek asing. Maklum,  perusahaan didukung grup berskala global yang berpengalaman mengelola efek luar negeri. "Kami memiliki kemampuan profesional di Amerika Serikat, Eropa dan Asia sehingga kami lebih siap," klaim Sigit, Kamis (23/4).

Direktur PT CIMB Principal Asset Management Gunanta Afrima optimistis, aturan ini mengembangkan industri reksadana syariah di Indonesia. Selama ini manajer investasi masih kesulitan mendapatkan pasokan aset dasar syariah.

Kendati demikian, peraturan tersebut berpeluang menemui kendala lantaran dasar penentuan daftar efek syariah luar negeri yang belum tentu sama dengan di Indonesia. Misalnya, rasio-rasio keuangan perusahaan yang harus dipenuhi sebagai efek syariah. "Harus dilihat lebih jauh apakah peraturan juga mengkaver hal tersebut," ujar Gunanta.

Meski demikian, CIMB Principal Asset Management berencana menerbitkan reksadana syariah saham berbasis efek asing. Chief Marketing Officer CIMB Principal Asset Management Budiyanto Winata bilang, produk tersebut meluncur kuartal II tahun ini. "Kami tengah menanti aturan terkait reksadana berbasis efek asing itu," tuturnya.

Produk tersebut akan menawarkan alternatif investasi bagi investor. Reksadana ini memiliki keunggulan, karena aset dasarnya lebih bervariasi ketimbang produk biasa. CIMB Principal Asset Management mengincar saham di kawasan Asia di luar Jepang.

Budi mengeluhkan, selama ini pilihan aset dasar relatif terbatas. Dari sekitar 500 saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya 100 saham yang likuid. "Dari saham-saham likuid tersebut, hanya sekitar 60% yang bisa kami investasikan," ungkap Budi.

Budi juga optimistis, produk ini akan mendorong pertumbuhan industri syariah. Apalagi, persaingan akan semakin ketat seiring pemberlakuan masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015. Saat ini, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Malaysia yang cukup baik dalam pengelolaan investasi. "Kalau kami tidak mulai berinovasi, maka akan diserbu oleh produk asing yang lebih advance seiring pemberlakuan MEA," imbuhnya.

CIMB Principal Asset Management siap memanfaatkan jaringan CIMB Principal Asset Management Berhad Malaysia untuk penerbitan reksadana anyar tersebut.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto