MI wajib bentuk unit usaha syariah



JAKARTA. Pengelolaan reksadana syariah bakal terpisah dengan produk konvensional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan pelaku reksadana membuat perusahaan manajer investasi syariah atau unit usaha guna mengelola reksadana syariah.

Dalam draf peraturan OJK tentang Penerapan Prinsip Syariah pada Manajer Investasi menyebutkan, manajer investasi syariah akan diklasifikasikan berdasarkan modal disetor yang terbagi dua. Pertama, manajer investasi syariah klasifikasi I wajib memenuhi syarat modal disetor minimal Rp 10 miliar.

Dalam klasifikasi ini, manajer investasi dapat mengelola kontrak pengelolaan dana (KPD) berdasarkan prinsip syariah, reksadana syariah berbasis sukuk, KIK Dana Investasi Real Estat (DIRE) Syariah serta KIK efek beragun aset (EBA) syariah dan KIK EBA Syariah surat partisipasi.


Kedua, manajer investasi syariah klasifikasi II. Pada jenis ini, perusahaan harus memiliki modal disetor minimal Rp 25 miliar. Karena modal dasarnya yang lebih banyak, maka jenis ini memiliki banyak kelebihan.

Selain mengelola reksadana seperti pada klasifikasi I, perusahaan di klasifikasi ini bisa mengelola produk lain, mulai reksadana syariah pendapatan tetap, reksadana syariah pasar uang, reksadana syariah saham serta reksadana syariah campuran.

Perusahaan yang bakal berada di klasifikasi II juga bisa menjalankan bisnis reksadana syariah terproteksi dan reksadana syariah indeks, reksadana syariah berbentuk KIK penyertaan terbatas, reksadana syariah berbentuk KIK yang unit penyertaannya di perdagangkan di bursa, serta reksadana syariah berbasis efek luar negeri.

Sementara itu, unit pengelolaan investasi syariah wajib dibentuk manajer investasi yang harus sudah memiliki pengelolaan produk investasi syariah. OJK memberikan waktu minimal satu tahun setelah peraturan OJK terbit bagi manajer investasi untuk membentuk unit usaha.

Adapun, bagi manajer investasi yang baru akan meluncurkan pengelolaan produk investasi syariah setelah peraturan tersebut terbit, juga wajib membentuk unit pengelolaan investasi syariah. Artinya, setiap perusahaan yang tertarik menggarap bisnis syariah harus dipisahkan dari bisnis konvensional.

Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengatakan, sebenarnya aturan tersebut bisa mendorong pertumbuhan nilai aset reksadana syariah. Mengingat nantinya, reksadana syariah akan ditangani oleh tim maupun unit khusus yang memang menguasai bidang syariah.

"Seperti nantinya pada penerapan bank konvensional dengan bank syariah, sehingga reksadana syariah diperkirakan akan berkembang lebih pesat," ujar Beben, Selasa (2/8).

Biaya membengkak

Namun Beben juga melihat, ketentuan ini akan berdampak negatif pada membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh tiap manajer investasi. "Terutama ketika terjadi pemisahan bidang usaha antara manajer investasi konvensional dengan manajer investasi syariah," jelasnya.

Direktur PT Indopremier Investment Management Ernawan Rahmat Salimsyah sepakat. Ia keberatan atas ketentuan anyar ini karena dana reksadana syariah yang dia kelola belum cukup untuk membentuk unit syariah beroperasi secara mandiri.

"Namun apabila sudah menjadi peraturan, ya, kami akan comply," tutur Ernawan.

Berbeda, Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo, cenderung memilih membentuk unit usaha. Alasannya pendapatan reksadana syariah masih sangat kecil dibandingkan produk konvensional. "Cost efficiency saja membuat MI syariah baru memerlukan biaya yang mahal. Unit usaha lebih masuk akal," ujarnya.

Head of Corporate Secetary dan Business Support Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Mauldy Rauf Makmur menyatakan pernah melakukan pembahasan dengan OJK terkait hal tersebut. Otoritas meminta MMI untuk membuat manajer investasi syariah, lantaran memiliki dana kelolaan yang besar.

"Namun harus kami membicarakan terlebih dahulu dengan grup, karena kami di bawah grup perbankan sehingga akan dikaji dulu secara keseluruhan," terang Mauldy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie