Microsave: LKD & Laku Pandai perlu perbaikan



JAKARTA. Lembaga konsultan internasional bidang ekonomi inklusif, Microsave, merilis penelitian terbaru mengenai layanan keuangan digital seperti layanan keuangan tanpa kantor (Laku Pandai) dan Layanan Keuangan Digital/LKD).

Dalam riset ini, Microsave mencatat ada beberapa hal yang perlu diperbaiki regulator terkait dengan program laku pandai oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LKD oleh Bank Indonesia (BI).

Grace Retnowati, Country Manager Microsave Indonesia mengatakan, ada risiko yang berpeluang muncul terkait dengan pertumbuhan agen dan akun rekening yang cukup pesat.


"Apabila program ini tidak dikelola dengan baik ada potensi risiko. Karena hanya 22% yang melek terhadap layanan keuangan dan hanya 8% di antaranya yang sudah tahu akan layanan keuangan digital ini," ujar Grace dalam konferensi pers, Selasa (16/5).

Microsave mencatat dari 1414 responden, hanya sebagian kecil di antaranya yang mengetahui program Laku Pandai dan LKD. Tercatat dari nasabah BRI hanya 40% yang mengetahui ada program laku pandai dan dari nasabah Mandiri hanya 21% yang mengetahui tentang LKD.

Selain itu, Microsave mencatat pemahaman responden mengenai produk dan biaya transaksi LKD dan laku pandai ini juga baru 30%. Hal ini berakibat pembayaran berlebih atau overcharging dari pelanggan terhadap agen.

Pelayanan agen LKD dan Laku Pandai juga ternyata mempunyai kualitas layanan yang tidak terlalu bagus. Hal ini tercermin dari hanya 42% responden yang puas terhadap pelayanan agen.

Waktu aktivasi menjadi agen Laku Pandai dan LKD juga tercatat cukup lama yaitu 1,05 sampai 1,25 hari untuk laku pandai dan 0,7 hari untuk LKD. Microsave juga mencatat pelanggan sangat tergantung pada agen sehingga rentan untuk dilakukan eksploitasi.

Dari total responden, 11,3% pernah mengalami kegagalan transaksi, 7% mengalami kegagalan sistem, 4,7% mengalami masalah jaringan dan 2% mengalami penolakan agen.

Target banyaknya agen, jumlah dan volume transaksi Laku Pandai dan LKD juga dipertanyakan karena 90% pelanggan merupakan nasabah bank. Sehingga masih perlu banyak pekerjaan rumah untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani bank.

Sebagai gambaran, sebanyak 28% akun laku pandai digunakan untuk penarikan uang tunai dan deposito. Sedangkan 21% akun LKD untuk pembayaran toko restoran dan pedagang eceran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini