JAKARTA. Migrasi kartu kredit, dari menggunakan teknologi magnetic ke chip, efektif menekan angka fraud. Menurut data Bank Indonesia (BI), pada Juli 2011, angka kejahatan kartu kredit tak lebih dari 100 kasus per bulan. Jauh lebih baik dibandingkan Juli 2010 sebanyak 200 kasus. "Ini efek langsung peralihan teknologi kartu ke chip," kata Sri Yulia, Analisis Madya Tim Perizinan Sistem Pembiayaan BI, akhir pekan lalu. Meski turun, BI tetap mengingatkan perbankan agar meningkatkan kehati-hatian. Sebab, data fraud bukan berarti transaksi bakal lebih terjamin. Bisa saja pelaku fraud sedang mencari titik lemah teknologi baru tersebut, sambil menyiapkan modus penipuan baru. Mereka tentu juga beradaptasi dan menyesuaikan diri.
Untuk kasus APMK, ada dua kasus yang paling sering terjadi, yakni kartu tertahan di mesin ATM atau yang disebut dengan card trapping dan kasus penggandaan kartu atau card skimming. "Yang terakhir ini paling mendominasi," kata Yulia. Wani Sabu, Kepala Biro Hallo Bank Central Asia (BCA) mengklaim, jumlah pengaduan fraud dari kartu debit dan kredit selalu menurun. "Sekitar 0,5% hingga 1% modusnya card trapping dan skimming," katanya, tanpa menyebutkan jumlah kasus yang sudah tertangani. Bank deteksi sindikat Selain karena penggunaan chip, penurunan ini juga berkat aktivitas BCA dalam memantau transaksi para nasabah yang di luar kebiasaan. "Setiap transaksi yang dilakukan secara berlebihan dengan jangka waktu berdekatan, costumer service kami langsung mengecek," terang Wani.