KONTAN.CO.ID - Angkatan Laut Amerika Serikat pada hari Jumat (29/12) mengklaim telah berhasil mengadang sebuah rudal balistik anti-kapal dan sebuah drone yang ditembakkan oleh Houthi di Laut Merah. Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan rudal dan drone ditembakkan dari Yaman antara pukul 17.45 - 18.00 waktu setempat pada 28 Desember dan ditembak jatuh oleh kapal perusak berpeluru kendali USS Mason. Melalui akun X resminya, CENTCOM memastikan bahwa tidak ada kerusakan pada satu pun dari 18 kapal di daerah tersebut atau cedera yang dilaporkan.
Berdasarkan perhitungan CENTCOM, serangan tersebut adalah yang ke-22 yang dilakukan oleh Houthi yang didukung Iran dan saat ini menguasai sebagian besar wilayah Yaman. Baca Juga:
Dipimpin AS, Lebih Dari 20 Negara Bergabung dalam Koalisi Pelindung Laut Merah Mengutip
Arab News, kapal USS Mason adalah bagian dari koalisi keamanan maritim multinasional pimpinan AS yang berkumpul di Laut Merah untuk menanggapi serangan Houthi terhadap pelayaran internasional di kawasan tersebut. AS memperkenalkan program perlindungan Laut Merah pekan lalu dengan nama resmi
'Operation Prosperity Guardian'. Di awal perkenalannya, AS mengklaim lebih dari selusin negara telah setuju untuk berpartisipasi. Misi utama dari koalisi ini adalah untuk melindungi lalu lintas komersial di Laut Merah dari gangguan kelompok Houthi Yaman yang saat ini memburu kapal-kapal Israel di perairan tersebut. Semua negara yang terlibat nantinya akan melakukan patroli laut bersama. "Saat ini ada lebih dari 20 negara yang mendaftar untuk berpartisipasi. Kami akan mengizinkan negara-negara lain, membiarkan mereka membicarakan partisipasi mereka," kata juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Patrick Ryder, dikutip
Reuters (22/12).
Baca Juga: PBB Menghentikan Pengiriman Bantuan Pangan ke Wilayah Yaman yang Dikuasai Houthi Sejak perang pecah di Gaza pada awal Oktober, Houthi memiliki misi baru untuk menggagalkan seluruh pelayaran kapal milik Israel atau perusahaan apa pun yang berhubungan dengan Israel di Laut Merah. Aksi Houthi tersebut mulai mengganggu jalur perdagangan utama yang menghubungkan Eropa dan Amerika Utara dengan Asia melalui Terusan Suez. Saat ini biaya pengiriman peti kemas meningkat tajam karena perusahaan berupaya mengirimkan barang mereka melalui rute alternatif yang seringkali lebih panjang.