KONTAN.CO.ID - Militer Filipina dan Amerika Serikat menggelar patroli gabungan di perairan sekitar Taiwan pada hari Selasa (21/11). Aktivitas ini sepertinya akan membuat China sedikit terganggu. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan, latihan udara dan maritim gabungan yang dilakukan selama tiga hari ini merupakan inisiatif signifikan untuk meningkatkan interoperabilitas antara kedua negara. "Saya yakin hal ini akan berkontribusi pada lingkungan yang lebih aman dan stabil bagi masyarakat kita," tulis Marcos di akun X pribadinya.
Melansir
Reuters, aktivitas militer gabungan ini dimulai di pulau Mavulis, titik paling utara Filipina, terletak sekitar 100 km dari Taiwan. Program akan berakhir pada di Laut Filipina Barat, nama yang digunakan Manila untuk perairan di Laut Cina Selatan yang termasuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Baca Juga: Pemerintah AS dan Filipina Teken Kesepakatan Perjanjian Nuklir Penting Juru bicara komando militer Filipina di Luzon Utara, Eugene Cabusao, mengatakan, iga kapal angkatan laut, dua pesawat tempur ringan FA-50 dan sebuah pesawat serang ringan A-29B Super Tucano nantinya akan ikut serta. Sementara itu, militer AS akan mengutus sebuah kapal tempur pesisir dan sebuah pesawat patroli dan pengintaian maritim P8-A Poseidon. Sengketa Laut China Selatan Patroli gabungan ini seolah menunjukkan bahwa Filipina sedang meningkatkan postur pertahanannya di tengah aktivitas agresif China di Laut China Selatan. Patroli ini juga dilakukan beberapa hari setelah Marcos Jr. mengatakan pada sebuah forum di Hawaii bahwa situasi di Laut Cina Selatan menjadi lebih mengerikan. Dia menyebut militer China semakin mendekati garis pantai Filipina. Baca Juga:
Filipina Ajak Negara Tetangga untuk Menyusun Aturan Terkait Laut China Selatan Marcos Jr. menjalin hubungan yang lebih dekat dengan AS sejak menjabat tahun lalu, memperbaiki hubungan yang kurang harmonis selama Rodrigo Duterte memerintah Filipina. Duterte lebih dekat ke Beijing dengan imbalan proyek infrastruktur dan investasi.
Sebagai gantinya, saat ini hubungan Filipina dengan China memburuk. Perselisihan antara kapal China dan Filipina berulang kali terjadi setahun terakhir di Laut China Selatan yang sangat sensitif. China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai miliknya dengan dasar "sembilan garis putus-putus" yang membentang sejauh 1.500 km. Garis-garis tersebut memotong ZEE beberapa negara lain seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Kesamaan nasib ini membuat Marcos Jr. berharap para tetangganya di ASEAN mau menyusun aturan bersama agar bisa beraktivitas dengan nyaman dan aman di Laut China Selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, ASEAN dan China telah berupaya menciptakan kerangka kerja untuk menegosiasikan kode etik, sebuah rencana yang sudah ada sejak tahun 2002. Namun kemajuannya berjalan lambat.