Mimpi Indonesia di Moto GP



JAKARTA. Usaha Indonesia mencoba peruntungannya di dunia olahraga, tak pernah berhenti. Salah satunya, penyelenggaraan ajang balap kuda besi alias Moto Grand Prix (Moto GP). Sampai kini, jika mau, Indonesia masih punya kesempatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Moto GP.

Alasannya, kata Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, Deputi Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Dorna Sports, S.L. (Dorna) masih "welcome" dan menyilakan Indonesia jadi tuan rumah. Bahkan, tanpa perlu bersaing dengan negara lain meksipun banyak kendala dan persoalan menghadang, salah satunya arena (baca juga: Moto GP di Sentul bisa tehadang macet).

"Sebab, bagi Dorna market Indonesia sangat besar, baik itu pasar penggemar Moto GP maupun penjualan motor. Kita nomor satu (penjualan motor) di Asia Tenggara, nomor dua kan Vietnam," tegas Gatot ke KONTAN minggu lalu.


Yang tak kalah menarik adalah cerita di balik langkah Indonesia berusaha menjadi tuan rumah Moto GP. Sebut saja dari mulai asal-usul ide pencetusan tuan rumah Moto GP, sikap pemerintah yang memutuskan Moto GP belum prioritas, dan nilai commitment fee yang harus dipenuhi Indonesia kepada Dorna sebagai pemegang lisensi Moto GP, hingga cerita ketertarikan tiga pemerintah daerah (Pemda) seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan.

Timbul-tenggelam

Selama ini, komunikasi antara Indonesia dan Dorna diwakili oleh Tinton Soeprapto, Direktur PT Sentul Sirkuitindo Utama (SSU), pengelola sirkuit Sentul. Tinton membawa ide Indonesia menjadi tuan rumah ajang balap Moto GP ke Kementerian Pariwisata lantaran potensi dari perhelatan ini cukup menarik minat wisatawan dan berpotensi menarik perputaran uang hingga US$ 91,73 juta (lihat tabel di bawah).

Oleh Kementerian Pariwisata, kata Gatot, ide Tinton dilimpahkan ke Kemenpora. Sayang sekali, ide penyelenggaran Moto GP mental di tangan Presiden Joko Widodo. Alasannya, ide ini banyak kendala, seperti arena, anggaran dana, dan sebagainya. Karena itulah, presiden memutuskan penyelenggaraan Moto GP dikaji ulang. "Awal Februari 2016, Menpora mengirim surat ke Dorna tentang pembatalan Sentul sebagai tuan rumah. Alasannya, sidang kabinet bulan 11 Januari, presiden memandang itu perlu ditinjau ulang," tegas Gatot.

Nama Sentul pun sempat tidak muncul menjadi rekomendasi Presiden sebagai tempat penyelenggaraan. Alhasil, muncul tempat-tempat baru seperti Tol Sumedang, Palembang, serta Gelora Bung Karno (GBK) dan Tegal Alur, Jakarta. Tentu saja, Tinton yang kali pertama mencetuskan ide sempat bertanya-tanya. Namun, setelah Indonesia berkomunikasi langsung dengan Dorna, nama Sentul muncul lagi.

Berikut ini kronologis cerita drama di balik Moto GP:

Pertengahan 2015: Tinton berkomunikasi dengan Kementerian Pariwisata tentang rencana kemungkinan Indonesia menjadi tuan rumah ajang Moto GP 2017, bahkan juga Moto GP 2018, 2019, dan seterusnya. Indonesia menjadi tuan rumah Moto GP dalam empat hari. Ada sekitar 20 sesi balap Moto GP. Indonesia mendapat jatah sesi ke-19 di bulan Oktober 2017.

Oktober 2015: Kementerian Pariwisata mengalihkan rencana ajang tuan rumah Moto GP kepada Kemenpora.

18 November 2015: Menpora Imam Nahrawi meneken surat perjanjian terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Moto GP 2017 dengan Carmelo Ezpeleta, Chief Executive Officer (CEO) Dorna, pemegang hak paten penyelenggaraan Moto GP. Perjanjian tersebut berupa letter of intent (LOI). Namun, ternyata LOI itu belum ditindaklanjuti dengan kontrak kerjasama keduanya. Kontrak detil kerjasama baru akan diteken 30 Januari 2016.

11 Januari 2016: Rapat Kabinet "Asian Games 2018 dan Moto GP" memutuskan, Moto GP di Sentul ditinjau ulang. Muncul tiga alternatif tempat penyelenggaraan, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Palembang. Belakangan, menurut penuturan Gatot, Jawa Barat yang merekomendasikan Jalan Tol Sumedang dan DKI Jakarta yang merekomendasikan wilayah Tegal Alur seluas 140 hektare di dekat Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Sayang sekali, semua daerah itu tidak punya dana untuk membangun sirkuit.

Pada Rapat Kabinet tersebut, Jokowi memberi arahan, tempat penyelenggaraan Moto GP bisa di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Palembang, atau di tempat lainnya. Sentul tidak menjadi rekomendasi Jokowi, ujar Gatot, gara-gara susah mencari aturan memakai anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk swasta murni. Menjelang tanggal 30 Januari 2016, ada beberapa koordinasi oleh presiden, intinya Moto GP di Sentul juga masih harus dipertimbangkan.

30 Januari 2016: kontrak kerjasama lebih detil baru akan disepakati keduanya antara Indonesia dan Dorna. Sayang sekali, Indonesia tak bisa memenuhi tenggat waktu ini. Komitmen Indonesia menjadi penyelenggara Moto GP 2017, 2018, dan 2019. Berkaitan dengan penyelenggaraan tersebut, Indonesia wajib setor ke Dorna sebagai commitment fee sebesar € 7 juta untuk 2017, € 8 juta untuk 2018, dan € 8,4 juta untuk 2019.

Awal Februari: Kemenpora mengirim surat ke Dorna bahwa Indonesia membatalkan diri menjadi tuan rumah Moto GP. Javier Alonso, Managing Director sekaligus Events Area Dorna memberi jawaban, Indonesia masih bisa menjadi tuan rumah Moto GP. Alasannya, market Indonesia besar, baik penjualan motor maupun fans Moto GP.

Ada beberapa poin yang disampaikan Alonso:

(1) kontrak kerjasama bisa diundur dari 30 Januari 2016 menjadi Juni 2016; (2) Indonesia bisa mengambil kontrak kapanpun Indonesia mau. Bisa ambil kontrak mulai 2018 atau 2019 atau tahun setelahnya, dengan catatan, jangka waktu yang diambil Indonesia sebaiknya jangka panjang. Contoh saja, seperti Doha yang mengambil 10 tahun. "Misalnya delapan tahun. Intinya, kontrak tiga tahun boleh, lebih dari itu juga boleh," lanjut Gatot; (3) Dorna setuju tempat penyelenggaraan, bahkan sangat setuju jika arena Moto GP bisa di GBK. Hanya saja, penyelenggaraan di GBK akan terbentur dengan kepentingan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sedang merenovasinya untuk penyelenggaraan Asian Games 2018.

Catatan saja, pada LOI bulan November, jika sukses sebagai penyelenggara Moto GP Oktober 2017, sebenarnya Indonesia menyisihkan Kazakhstan, Finlandia, Brasil, Chili, Thailand, dan sebagainya. Gatot menyatakan, return alias keuntungan dari penyelenggaran Moto GP, Indonesia bisa meraup sekitar Rp 1,5 triliun lebih. Sementara hitungan SSU, total belanja yang bisa berputar di ajang itu sekitar US$ 91,73 juta.

5 Februari 2016: Rapat Kabinet memutuskan penyelenggaraan Moto GP bisa di manapun dengan catatan tidak ada dana dari APBN untuk Moto GP. Yang ada hanyalah anggaran Kemenpora sebesar Rp 5 miliar. "Padahal, total dana yang dibutuhkan pak Tinton sekitar Rp 160 miliar," kata Gatot. Menurut versi Tinton, penyelenggaraan akan menelan sekitar Rp 250 miliar.

25 Februari 2016: kepada KONTAN, Lola Moenek, General Manager Sentul, mengatakan, sudah ada tiga investor yang siap mendanai renovasi sirkuit sesuai ketentuan Dorna. Dana yang disiapkan mencapai Rp 300 miliar. Perinciannya, Rp 160 miliar digunakan untuk menambah panjang sirkuit dari 3,9 kilometer (km) menjadi 4,3 km beserta fasilitas pendukung seperti tribun yang bisa menampung 80.000 penonton, dan membayar fee konsultan sirkuit asal Jerman, Hermann Tilke. Dari sejumlah uang itu, Indonesia bisa mendapatkan Rp 3,3 triliun dari pajak, hotel, restoran, dan dari semua orang yang datang ke Indonesia.

                                                       Proyeksi Penghasilan Balapan Moto GP
Keterangan Orang Pengeluaran per orang Total pengeluaran Catatan
Pengendara 92 10 920 4 hari
Kru 5.300 5 26.500.000 8 hari, 53 tim
Promotor 200 10 2.000.000 8 hari
Media peliput 462 5 2.310.000 8 hari, dari 59 negara
Penonton 30 1.2 60.000.000 3 hari, rata-rata 137.400 penonton per perlombaan
Total 36.054   91.730.000  
Sumber: Sentul Sirkutindo Utama    
Cerita Moto GP hanyalah salah satu cerita dari beberapa kisah seru bagaimana Indonesia berusaha menata diri dan meraih peruntungannya di dunia olah raga, terutama dari sisi bisnis. Selengkapnya, simak Laporan Utama "Mimpi Bisnis Olah Raga Indonesia", Tabloid KONTAN Edisi 29 Februari - 6 Maret 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Andri Indradie