KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi domestik yang cukup kuat di tengah goncangan global telah membuat mata investor tertuju pada Indonesia. Berbagai produk investasi mulai dari saham, surat utang swasta, hingga surat utang milik negara menjadi incaran investor asing maupun lokal. Reksadana adalah salah satu produk investasi yang semakin banyak diincar oleh masyarakat karena menawarkan banyak kemudahan. Produk reksadana memiliki beragam kelas aset, dimana investor bisa memilih berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko nasabah. Portofolio reksadana yang dipilih oleh investor nantinya akan dikelola oleh Manajer Investasi (MI). Hal menarik lainnya dari reksadana adalah investor tidak akan dikenakan biaya pajak imbal hasil di semua jenis produk reksadana yang ditawarkan oleh seluruh MI di Indonesia.
Tak heran bila minat masyarakat terhadap reksadana terus meningkat, tercermin dari pertumbuhan dana kelolaan industri yang selalu mengalami kenaikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga akhir Agustus 2023, total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 844,47 triliun atau naik sebesar 2,05% sejak awal tahun.
Baca Juga: Hingga Agustus, BRI MI Catat AUM Reksadana Rp Rp 27,5 Triliun Head of Marketing Communication Bahana TCW Investment Management Novianita Pertiwi (Pipi) mengatakan, dalam reksadana ada yang disebut Nilai Aktiva Bersih (NAB). Perhitungan NAB ini telah memperhitungkan biaya pajak atas aset yang diinvestasikan. "Jadi, secara tidak langsung pajak telah dibebankan kepada produk reksadana melalui aset yang diinvestasikan sehingga investor tidak lagi dikenakan pemotongan pajak untuk hasil keuntungannya," tutur Pipi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/9) Sementara itu, untuk jenis investasi seperti deposito, obligasi, dan saham, imbal hasilnya dikenakan potongan pajak. Potongan pajak deposito sebesar 20% dari total dana yang diinvestasikan, obligasi kena pajak sebesar 10%, dan saham dikenakan potongan pajak atas dividen maupun pada biaya penjualan. Selain bebas pajak, berinvestasi di reksadana bisa dimulai dengan nominal yang sangat terjangkau serta bisa ditarik kapan saja, tanpa perlu menunggu waktu jatuh tempo. Investor juga bisa memilih berbagai pilihan yang ada. Reksadana pasar uang misalnya, penempatan dananya mayoritas pada deposito atau obligasi dengan jatuh tempo di bawah satu tahun. Reksadana pendapatan tetap lebih banyak ditempatkan pada surat utang milik negara maupun oligasi korporasi. Sementara reksadana saham, penempatan dananya lebih banyak pada saham-saham pilihan yang telah ditetapkan oleh MI profesional. Reksadana memang bukan objek pajak, tetapi investor perlu mengetahui adanya biaya lainnya yang dikenakan pada investor saat berinvestasi pada reksadana. Mulai dari biaya pembelian unit, biaya penjualan kembali bila investor ingin melepas reksadananya, dan ada biaya pengalihan unit bila investor merasa perlu untuk mengubah pilihan investasinya dari yang semula.
Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Sucorinvest Turun pada Agustus 2023, Ini Penyebabnya Namun, bila investor tidak mengutak-atik pilihannya, maka biaya ini tidak akan dikenakan. Biaya-biaya ini dapat berbeda antara suatu reksadana dengan reksadana lainnya, begitu pula antara satu MI atau agen penjual efek reksadana dengan yang lainnya.
Investor dapat melihat seluruh jenis biaya ini pada dokumen keterbukaan informasi masing-masing reksadana. "Pastikan saat akan berinvestasi, investor memilih MI yang sudah terdaftar di OJK dan cukup berpengalaman supaya hasil investasi dapat maksimal dan aman," papar Pipi. Meski reksadana tidak dikenakan pajak, namun setiap orang yang memilikinya wajib melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Pasalnya, reksadana adalah instrumen investasi yang termasuk sebagai harta kekayaan, sama halnya dengan tanah, rumah, deposito, dan harta kekayaan lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi