Minat Masyarakat Menabung di Bank Digital Meningkat, Ini Pendorongnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat masyarakat untuk menyimpan dananya di bank digital terus meningkat. Diperkirakan akan semakin banyak masyarakat yang menabung di bank digital seiring dengan kemudahan transaksi serta inovasi yang diberikan. 

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan, jumlah rekening simpanan di bank digital mencapai 38,2 juta pada Mei 2022. Nilai itu meningkat 8.238,4% secara yoy. 

Namun peningkatan jumlah rekening tersebut tidak secepat jumlah simpanan nasabah. Pada periode yang sama, nominal simpanan pada bank digital mencapai Rp 49,3 triliun atau meningkat 58,1% yoy. 


Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, peningkatan tersebut sejalan perkembangan digitalisasi yang terjadi di masyarakat. Seperti munculnya cashless society atau masyarakat tanpa uang tunai. 

Baca Juga: Tahun Ini, Bank BUMN Targetkan Pendapatan Berbasis Komisi Tumbuh Dua Digit

"Kemudian adanya tren perkembangan perbankan digital. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan pengguna internet di Indonesia," kata Yudhi, pekan lalu. 

Menurut Yudhi, sebagian besar masyarakat belum melakukan transaksi non-tunai. Namun Indonesia sedang bergerak ke sana, sehingga LPS mempersiapkan diri untuk mewujudkan finansial digital yang tumbuh dengan baik, cepat dan aman. 

Sejumlah bank digital juga meraih berkah dengan kenaikan simpanan nasabah atau Dana Pihak Ketiga (DPK). Allo Bank misalnya, berhasil menghimpun DPK senilai Rp 3,18 triliun pada Juni 2022, atau meningkat 71,89% yoy. 

Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo bilang, DPK Allo Bank naik cukup signifikan khususnya dari deposito. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pricing yang direspon positif oleh masyarakat. 

"Meskipun kami sadar, bahwa hal ini tentu punya korelasi dengan adanya biaya yang tidak murah," terang Indra. 

Dengan realisasi itu, Allo Bank membidik total DPK sekitar Rp 7,5 triliun tahun ini. Ia mengungkapkan, bahwa simpanan deposito masih menempati porsi yang terbesar disamping AlloPrime sebagai produk tabungan unggulan.

Tak mau kalah, jumlah nasabah Bank Jago sudah mencapai lebih dari 3 juta pada Juni 2022. Angka tersebut tumbuh lebih dari 100% hanya dalam waktu enam bulan terhitung dari akhir Desember 2021 yang baru tercatat sebanyak 1,4 juta nasabah. 

Baca Juga: BNI Targetkan Fee Based Income Tumbuh Dua Digit Sampai Akhir Tahun

“Kami memaknai pertumbuhan ini sebagai apresiasi terhadap upaya kami dalam menghadirkan aplikasi perbankan yang menjawab kebutuhan nasabah,” ujar Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar. 

Peningkatan jumlah nasabah itu telah mendorong pertumbuhan DPK Bank Jago. Per Juni 2022, total DPK yang dihimpun bank ini mencapai Rp 6,1 triliun, melonjak 253% yoy. 

Lebih rinci,  dana murah (CASA) meningkat 643% yoy menjadi Rp 3,87 triliun. Sedangkan deposito tumbuh 85% menjadi Rp2,23 triliun. Hal ini membuat struktur biaya dana semakin membaik yang tercermin pada rasio CASA terhadap total DPK mencapai 63%.

Bank Neo Commerce juga berhasil menghimpun DPK senilai Rp 11,09 triliun pada Juni 2022. Nilai itu meningkat 116,60% dibandingkan realisasi Juni tahun lalu yakni Rp 5,12 triliun. 

Direktur Utama Bank Neo Commerce, Tjandra Gunawan, mengatakan bahwa kinerja positif yang diraih oleh perusahaan berkat layanan dan fitur yang hadirkan pada aplikasi Neobank.

“Setahun terakhir, kami secara konsisten terus menambah berbagai layanan dan fitur keuangan digital yang benar-benar bermanfaat dan digunakan nasabah BNC," jelas Tjandra.

Sementara itu, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai bank digital saat ini memang masih pada taraf promosi dan menggaet nasabah sebanyak-banyaknya sehingga diperlukan permodalan yang kuat serta ekosistem teknologi pendukung. 

Baca Juga: Bukukan Laba, Simak Rekomendasi Analis untuk Saham ARTO

Dengan dukungan ekosistem tersebut, investor dapat meyakini bahwa penambahan jumlah pengguna, promosi, dan juga transaksi memberikan potensi pertumbuhan laba di masa yang akan datang.

“Saat ini penyaluran kredit via bank digital masih relatif belum besar dan masih banyak melakukan promosi, sehingga kenaikan suku bunga belum menjadi katalis negatif utama,” terang Wawan.

Di sisi lain, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy justru melihat harga emiten bank digital masih kemahalan. Terlebih, harga saham apapun termasuk emiten bank digital akan konvergen ke nilainya dalam jangka panjang.

"Lebih baik ke emiten dengan fundamental yang bagus dan lebih teruji. Terutama yang memiliki dividend yield tinggi dan price to book value (PBV) serta price earning ratio (PER) rendah," papar Budi.        

Ia menyatakan, bank digital yang akan berhasil di Indonesia harus memiliki ekosistem digital dengan e-commerce ataupun transportasi online. Lantaran akan memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi nasabahnya.

”Itu sebabnya bank digital yang bisa jalan ialah yang punya ekosistem. Sedangkan yang  lain, ya cuma ikut-ikutan supaya dapat valuasi yang tinggi alias ikut gorengan,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi