Minat pembeli properti Hongkong masih tinggi di tengah panasnya kondisi politik



KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Kendati kondisi Hong Kong tengah krisis seiring dengan kondisi politik yang semakin memanas, pasar properti di negara ini masih laris manis. Hong Kong telah berbulan-bulan menghadapi gelombang protes dan terkadang diikuti oleh kekerasan.

Pemicunya dari aksi menentang undang-undang ekstradisi yang sekarang ditangguhkan dan kemudian berkembang menjadi tantangan langsung kepada pemerintah.

Baca Juga: Keuntungan perbankan China menciut tertekan perang dagang dan reformasi suku bunga


Mengutip Bloomberg pada Jumat (30/8), Krisis politik Hong Kong ini tampaknya tidak membuat beberapa orang tetap membeli rumah yang berlokasi di kota. Hal ini tecermin dari banyaknya calon pembeli dibandingkan jumlah unit rumah yang ditawarkan. Misalnya permintaan rumah dari pengembang Marini Wheelock Properties Ltd mengalami 14 kali permintaan dibandingkan unit yang ditawarkan di Kawasan Tseung Kwan O.

Hal tersebut diumumkan oleh perusahaan pada Kamis malam menjelang peluncuran penjualan yang dimulai Jumat paginya. Penjualan apartemen baru oleh pengembang ini hingga Agustus diperkirakan akan menyentuh 1.400.

Pada Juni terdapat 1.000 peminat sedangkan pada Juli ada 1.357 peminat. Data ini dirilis oleh agen property Qfang.

"Meskipun pasar tangan pertama telah melambat akibat lingkungan ekonomi dan politik baru-baru ini, pengembang masih bisa menjual dengan baik jika mereka memberi harga apartemen di tingkat pasar," kata Direktur Pelaksana Qfang Vincent Chan.

Baca Juga: Didi Chuxing siap luncurkan layanan taksi online tanpa sopir

Demonstrasi anti-pemerintah yang terkadang berubah menjadi kekerasan dan mulai memasuki bulan keempat in belum membuat harga properti stabil. Nilai rumah di pasar sekunder naik 1% sejak Juni, ketika protes mulai memanas.

Keresahan mungkin mulai memiliki dampak yang lebih besar jika terus berlanjut. Bank of America memperkirakan penurunan akan adanya harga jangka pendek sekitar 10%.

Pemerintah juga memperingatkan risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh protes tersebut. Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan kerusakan yang diakibatkan oleh gejolak itu bisa lebih buruk daripada wabah virus SARS yang mematikan pada tahun 2003.

Baca Juga: Di China, penjualan album musik Taylor Swift terbaru lebih tinggi dibanding AS

Editor: Tendi Mahadi