Minat Perbankan untuk Merilis Obligasi Masih Cukup Tinggi pada Tahun Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat perbankan dalam menerbitkan surat utang alias obligasi masih cukup besar di tahun ini, hal tersebut dilakukan dalam menunjang likuiditas jangka panjang perseroan. Walau begitu, bankir juga masih akan melihat arah pergerakan suku bunga acuan yang akan berpengaruh terhadap kupon obligasi.

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) misalnya yang berencana untuk kembali merilis obligasi di semester kedua tahun ini. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyebut langkah ini diambil karena sudah ada surat utang yang bakal jatuh tempo tahun ini.

“Jadi penerbitan obligasi ini salah satunya untuk menunjang likuiditas jangka panjang perseroan. Untuk nilainya sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun yang dapat diterbitkan sampai dengan 2025,” ujarnya kepada kontan.co.id, Jumat (14/4).  


Dana obligasi tersebut disebut Yuddy akan digunakan untuk mendukung ekspansi kredit perseroan. Adapun sampai dengan akhir tahun ini, pihaknya memproyeksikan pertumbuhan kredit pada kisaran 10%-12%.

Baca Juga: Penyaluran Kredit BNI (BBNI) Diramal Terus Tumbuh, Begini Rekomendasi Sahamnya

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk  juga akan kembali menerbitkan obligasi di tahun ini. Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN, Nofry Rony Poetra mengatakan, pada kuartal III tahun ini BTN berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 1 triliun.

Nofry menyebut setiap tahun BTN memang selalu ada rencana untuk menghimpun dana dari pasar modal.

"Untuk proses penerbitan obligasi biasanya kurang lebih tiga bulan sebelum baru kita mulai prosesnya, biasanya tiga bulan sebelum penerbitan kita ada beuty contest untuk memilih semua lembaganya. Tidak hanya ada underwriter tetapi juga ada wali amanat, ada konsultan hukum, dan lain-lain," tutur Nofry.

Nofry menyebutkan, rencana penggunaan dananya, yakni untuk men-support kredit dan bisnis perseroan di tahun 2023 ini.

Bank Mandiri juga berhasil mengumpulkan pendanaan sebesar US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun dari penerbitan global bond. Global bond tersebut memiliki tenor 3 tahun dengan kupon sebesar 5,5%.

Penerbitan global bond ini menerima lebih dari US$ 3,1 miliar permintaan pada saat proses orderbook atau kelebihan permintaan (oversubscription) mencapai 10,3 kali dari jumlah yang diterbitkan dan merupakan oversubscription terbesar yang pernah dicapai oleh Bank Mandiri. 

Direktur Treasury dan International Banking Bank Mandiri Eka Fitria menyampaikan, tingkat oversubscription tertinggi dalam sejarah penerbitan global bond Bank Mandiri ini merupakan sebuah pencapaian dan bukti bahwa investor percaya kepada kinerja Bank Mandiri di tengah maraknya sentimen negatif pasar kepada sektor perbankan dan pasar global.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menambahkan, penggunaan dana dari penerbitan global bond akan digunakan untuk mendukung pengembangan bisnis perseroan dan memperkuat struktur pendanaan valas Bank Mandiri.

"Dana tersebut juga akan digunakan untuk membiayai aset valas dengan imbal hasil yang optimal," kata Rudi.

Adapun Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara mengakui ada rencana untuk menerbitkan lagi obligasi Sukuk Mudharabah.

Baca Juga: Bos BI Sebut Fungsi Intermediasi Perbankan Tumbuh Positif hingga Kuartal I

"Tapi kami sangat lihat kondisi. Pertama terkait pricing-nya, karena semua sedang naik terus. Kedua, opsi likuiditas masih banyak di market dan di internal, jadi masih lihat kondisi ini,” tuturnya.

Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, tren penerbitan obligasi tahun ini akan sedikit melambat seiring dengan tren kenaikan suku bunga global.

"Tentu pergerakan suku bunga akan berpengaruh pada obligasi dan kenaikan suku bunga berdampak pada kupon obligasi yang juga harus semakin tinggi," katanya.

Ia pun memproyeksikan rasio likuiditas perbankan berdasarkan loan to deposit ratio (LDR) untuk perbankan Indonesia akan berkisar di antara 70%-90%. "Agak menurun namun masih tetap terjaga stabil," imbuh Trioksa.

Adapun rasio LDR perbankan berdasarkan data OJK berada di level 75,68% per Februari 2022. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi