Minggu terburuk, harga emas jatuh hampir 5%



KONTAN.CO.ID - Harga emas jatuh pada Jumat (14/8), untuk tetap di jalur penurunan mingguan terburuk sejak Maret lalu, karena kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) mengurangi daya tarik logam mulia.

Menambah mengurangi daya tarik emas, kemacetan pembahasan stimulus AS untuk membantu ekonomi yang terkena hantaman virus corona baru. 

Mengacu Bloomberg, harga emas spot turun 0,84% menjadi US$ 1.937,32 per ons troi pada pukul 23.41 WIB. Sementara harga emas berjangka AS merosot 1,13% ke posisi US$ 1.948,10 per ons troi. 


Setelah mencapai rekor tertinggi di level US$ 2.072,50 pada 7 Agustus dan naik selama sembilan minggu berturut-turut, harga emas turun 4,8% pada pekan ini.

Baca Juga: Harga emas merosot lebih dari 4% dalam sepekan ini

"Harga emas telah berada dalam keadaan parabola. Jadi, ketika ada sedikit kenaikan dalam imbal hasil (obligasi AS) bersama dengan kebuntuan pada pembahasan stimulus, kita akan melihat sedikit retracement," kata David Meger, Director of Metals Trading High Ridge Futures. 

"Harga emas mungkin telah melangkah terlalu jauh, terlalu cepat, dan kami yakin pasar membutuhkan jeda, konsolidasi. Dan itulah yang kami lihat," ujar dia kepada Reuters.

Data ekonomi yang buruk, termasuk penjualan ritel AS yang mengecewakan, juga tidak membantu harga emas. Imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun melayang di dekat level tertinggi dalam tujuh minggu terakhir.

Sementara harapan untuk putaran baru bantuan virus corona AS memudar ketika Kongres memasuki masa reses. 

Baca Juga: Harga emas 24 karat Antam hari ini naik Rp 12.000 per gram, Jumat 14 Agustus 2020

Imbal hasil obligasi yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang memegang aset non-imbal hasil seperti emas batangan, yang harganya telah naik lebih dari 28% sepanjang tahun ini. 

"Harga emas akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa lagi seiring kemungkinan paket stimulus yang substansial dan kemungkinan kekacauan di sekitar Pemilihan (Presiden AS) akan mendorong orang-orang ke tempat yang aman," kata Jeffrey Sica, Founder Circle Squared Alternative Investments, ke Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan